Maka, masih ada ratusan desa di Kaltim yang belum merdeka listrik pun menjadi ironi, mengingat Kaltim adalah provinsi yang penghasil batu bara terbanyak. Cadangan energi batu bara di Kaltim mencapai ratusan tahun.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim C Benny mengatakan, kuota batu bara izin usaha pertambangan Kaltim tahun ini adalah 77,5 juta ton. Untuk diketahui, penjualan batu bara demi kepentingan pembangkit listrik dalam negeri mencapai 105 juta ton pada 2020. Tahun ini diperkirakan mencapai 113 juta ton.
"Sedangkan, cadangan batu bara di Kaltim masih 25 miliar ton. Jadi, memang cukup besar," kata Benny.
Dia menambahkan, meskipun cadangan itu cukup besar, bukan berarti energi fosil bisa dikeruk habis-habisan. Dinas ESDM Kaltim sendiri tahun ini telah menyiapkan anggaran untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Benny mengatakan, ada Rp 45 miliar yang dianggarkan untuk pengembangan listrik di Kaltim, mulai dari pengembangan jaringan listrik dan pembangunan PLTS tahun ini oleh Pemprov Kaltim. “Sumber dana ini dari APBD Kaltim,” terang dia.
Dia menambahkan, pembangunan PLTS itu berada di tempat yang belum ada jaringan PLN. Ketika PLTS yang didirikan Pemprov Kaltim sudah dioperasikan, manajemen akan diserahkan kepada kampung setempat. Biasanya, masyarakat yang akan membuat perjanjian soal perawatan dan barang apa saja yang boleh atau tidak boleh dipakai karena boros listrik dan sebagainya.
“Jadi mereka buat kesepakatan misalnya tidak pakai rice cooker dan sebagainya karena satu keluarga hanya 700 watt. Jadi, PLTS masih bisa awet lama. Misal di Maratua, di Teluk Alulu itu mereka awet sampai tujuh tahun. Bahkan, mereka mau minta tambah panel surya lagi untuk memaksimalkan,” jelas Benny.
Selain PLTS sebenarnya ada opsi energi lain yang bisa dikembangkan untuk tenaga listrik. Benny mengambil contoh di Rantau Pulung, Kutai Timur, ternyata sangat berguna. Mereka hanya memelihara dua atau tiga sapi untuk kebutuhan energi biogas sehari-hari.
Bahkan, di Desa Tabru, Kecamatan Batu Engau, Paser, sudah dikembangkan pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg). Di situ, listrik berasal dari limbah cair kelapa sawit yang terkumpul. PLTBg ini disebut memiliki kelebihan lain yakni lebih stabil dan tak dipengaruhi cuaca seperti PLTS.
“Proyeksi menuju energi terbarukan memang cukup penting. Sebab, saat ini pasar energi seperti Eropa sudah mulai meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan. Maka dari itu, saat ini proyeksinya tak lagi hanya energi fosil. Tetapi yang bio energi,” pungkas Benny. (***/dwi)