“Permintaan Pak Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, ingin Kaltim ikut mengontrol keluar masuknya batu bara. Itu nanti ada kontribusinya ke pendapatan asli daerah (PAD),” ucapnya.
PIKIR ULANG
Menengok ke 10 tahun lalu, harga batu bara juga membara. Saat itu banyak pengusaha pemilik IUP-IUP kecil di Samarinda dan Kutai Kartanegara dengan luas 200 hektare di Kaltim yang habis-habisan untuk memproduksi. Namun tak lama, setelah harga anjlok, banyak operasi yang terhenti.
“Saat itu tahun 2012, (ketika harga batu bara anjlok), banyak yang berpikir ulang buat lanjut investasi ke batu bara. Mau lanjut, artinya buka operasi baru perlu modal besar. Sementara cadangannya sudah tersisa sedikit atau sebagian, dianggap tidak menjanjikan,” sebut Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS) Eko Prayitno, Sabtu (9/10).
Kini di 2021, dengan harga batu bara melebihi rekor pada 2011, sebagian pemilik tambang yang izinnya tidak bisa diperpanjang harus gigit jari. Sementara pemilik yang masih memiliki IUP tidak akan menjual. Meski kondisinya saat ini banyak investor luar yang sedang mencari lokasi menambang.
“Sekarang kebalikannya. Kalau dulu banyak yang nawari tambang, sekarang banyak yang cari tambang. Itu orang-orang dari Jakarta ke Kaltim cari. Tapi mau bagaimana, dengan kondisi yang sedang bagus seperti ini logikanya ya pemilik enggak mau lepas,” bebernya.
Dari sisi penjualan, pengusaha pemilik izin yang masih bertahan sejak 2011-2012 kini disebut Eko banyak mendapat keuntungan. Mereka ini, katanya, adalah tipe penambang yang tergolong “sabar”. Enggan tergiur harga tinggi pada dekade lalu. Dan memilih menyimpan cadangan batu bara mereka untuk jangka panjang. “Tentu yang diuntungkan termasuk perusahaan besar yang cadangannya masih banyak,” ujarnya.
Di sisi lain, sejumlah pihak berusaha mengejar keuntungan. Dengan metode tambang koridor. Sebuah modus penambangan ilegal. Titik koordinat tambang ilegal yang beroperasi di luar konsesi kebanyakan di antara dua izin perusahaan.
Dari situlah istilah tambang koridor berasal. Melalui peta perizinan, para penambang ilegal menggali batu bara di sela-sela atau seperti lorong (koridor) di antara izin-izin resmi. Tak mau repot mengurus izin yang kini dipegang pusat. Sekaligus memanfaatkan celah pengawasan yang tak lagi dimiliki Pemprov Kaltim. “Artinya dari sisi bidang usaha, ini menguntungkan jika harga sedang naik,” ucapnya.
Akan tetapi, menurut Eko, kenaikan harga batu bara kali ini terlalu spektakuler. Di luar logika. Lebih kepada faktor politik negara tujuan ekspor. Karena itu, dia menyangsikan kondisi ini akan bertahan lama. Apalagi harga batu bara sangat bergantung pada naik turunnya harga minyak dan gas dunia. Lantaran hingga kini, banyak negara yang masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi pengganti migas. “Harapan penambang ya harga tinggi ini akan bertahan lama,” ungkapnya.
Soal imbasnya ke tenaga kerja, Eko menyebut, pasti akan berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah produksi. Disebut, semakin besar produksi, semakin banyak perusahaan akan memerlukan tenaga kerja. “Pasti akan terjadi peningkatan rekrutmen tenaga kerja,” lanjutnya.
PULIH LEBIH CEPAT
Sektor pertambangan tetap resilient, di tengah adanya kebijakan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Tingginya harga batu bara tentunya akan berpengaruh besar terhadap ekspor daerah ini. Sebab, kinerja ekspor Kaltim juga tercatat memiliki elastisitas yang tinggi terhadap harga yakni mencapai 0,64.
Hal itu berarti jika terdapat kenaikan 1 persen harga batu bara acuan (HBA) akan meningkatkan nilai ekspor Kaltim sebesar 0,64 persen, dan juga sebaliknya. Itu membuat Kaltim merevisi pertumbuhan ekonomi, jika sebelumnya diproyeksikan mencapai 1,53-2,53 persen pada 2021. Seiring tingginya permintaan dan harga batu bara yang meningkat, ekonomi Kaltim diprediksikan mencapai 2,25–3,25 persen. Jumlah itu lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya disebabkan terus meningkatnya kinerja lapangan usaha utama.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, sektor pertambangan semakin cemerlang. Dari sisi ekspor maupun produksi masih relatif kuat. Terutama permintaan dari Tiongkok dengan adanya peningkatan kuota produksi 75 juta ton pada Semester II 2021.