(Rachmawati, Pustakawan & Dikmas Berprestasi Kaltim)
Judul: Kok Bukan Aku yang Jadi Tuhan? Ketika Bocah Berfilsuf
Genre: Non-fiksi
Penulis: Atabiya Radhwa Sagena Hasyim
Tahun Terbit: 2022
Kata Pengantar: Bambang Purwanto
ISBN: 978-623-92231-6-8
Jumlah halaman: 98
Catatan ini tentang sebuah buku yang ditulis oleh seorang anakyang kini beranjak tengah menempuh studi di Ponpes Modern Gontor Darussalam. Mengapa buku ini saya ulas, selainpermintaan dari sang ibu (Unis Sagena/Umi Radhwa), juga karena buku ini menarik untuk diulas. Karena apa yang menjadipertanyaan Radhwa ini sering menjadi pertanyaan bagi seluruhanak-anak di dunia yang ingin mengenal Tuhan dan mencarikeberadaan Tuhan-Nya.
Pertanyaan yang menjadi judul buku ke-5 ini, yaitu“Mengapa bukan aku yang jadi Tuhan?” adalah pertanyaan yang pernah diucapkan oleh Radhwa di usianya yang ke-10 tahun. Sebuah pertanyaan yang jawabannya sangatlah sederhana dalampola pikir anak-anak yang menginginkan dunia ini tenteram, damai, tenang, adil, dan segala macam kebaikan lainnya.Mungkin bagi kita yang dewasa, akan menganggap pertanyaanitu sangat berlebihan, tidak beretika, bahkan mungkin dianggapsesat. Menghina Tuhan dan tidak beradab. Tapi, pertanyaan-pertanyaan ini akan selalu menjadi pertanyaan tiap anak di seluruh dunia.
Hal menarik saat orang tua mendapat pertanyaan tersebut,sang ibu balik bertanya “Emang kalau Radhwa jadi Tuhan, maumelakukan apa?”. Dengan lugas dan tanpa beban, Radhwamenjawab “Jika aku jadi Tuhan, orang jahat akan kubasmi, orang yang berperang akan kubuat saling menyayangi, orang yang korupsi dan berbuat jahat akan kuberi azab. Orang baikdan jujur akan kuperbanyak, pokoknya akan kubuat semuapenjahat menjadi baik, tak ada perang, tak ada bencana, dan dunia menjadi tenang. Bagus kan?”. Jawaban Radhwa itu juga dia gambar menjadi ilustrasi tulisannya yang memperlihanyakandua kondisi dunia yang kontras: war (perang) dan peace (damai).
Dari jawaban Radhwa yang simple, sang ayah kemudianmenyela “Tidak ada ujian kehidupan jika begitu, karena Allah menciptakan manusia berbeda-beda untuk diuji, apakah manusiadapat bertindak dengan akal budinya. Jadi, semua manusia bisasalah tetapi Tuhan tidak mungkin salah. Ketika Radhwa masihbertanya, berarti masih ada yang Radhwa tidak ketahui. Tuhantidak banyak tanya, karena Tuhan Maha Mengetahui. EmangRadhwa Maha Tahu juga?”.
Seiring perkembangan usia, Radhwa jadi paham bahwaTuhan adalah Pencipta bukan yang diciptakan. Contoh simple manusia membuat kue, tak mungkin kue membuat manusia. Sebuah pemahaman simple yang dapat memahamkan pola pikiranak-anak.
Pengalaman saya saat anak nomor dua pulang sekolah, diatiba-tiba naik ke lantai dua rumah kami. Dengan tergopoh-gopoh, setelah turun dari lantai dua, dia kemudian bertanya “Ibu,adek cari Allah di atas kok nggak ada?”. Kemudian saya balikbertanya “Siapa yang beritahu Allah ada di atas?”. Diamenjawab,“Kata bunda di sekolah, Allah itu tinggal di atas” - sebuah pemahaman yang salah menurut saya. Saat memutar otakuntuk memberikan jawaban yang tepat, tiba-tiba angin menerpawajah, seketika itu juga aku memberi pertanyaan padanya. “Adek bisa lihat angin?”, dia menggeleng. “Apa yang bisa adekrasakan saat kena angin?”. “Adem” jawabnya. “Seperti itulahAllah, tidak dapat dilihat tapi dapat kita rasakan keberadaannyadekat di hati kita”. Mungkin, menurut sebagian orang jawabansaya masih belum tepat. Tapi sesaat setelah saya menjelaskanhal tersebut dia kemudian terdiam dan mengangguk sepertimemahaminya. Tak ada lagi pertanyaan lanjutan kepadaku.
M.Quraish Shihab lewat bukunya yang berjudul“Menjawab pertanyaan anak tentang Islam”, ada beberapa halyang orang tua perlu perhatikan sebelum menjawab pertanyaananak ialah, pahami dulu pertanyaan anak. Bila perlu, tanyabagaimana pemahaman si kecil, kemudian harus diluruskan jikamemang pertanyaan tersebut keliru. Setelah itu, ketika anakbertanya tentang Allah SWT, jawaban kita harus menyesuaikandengan kemampuan nalar dan perasaan mereka. Jika kitasebagai orang tua tidak memahami persoalan yang ditanyakananak, tentu akan mengalami kesulitan untuk menjawabnya.
Kisah dua anak di atas memiliki persamaan dengan tingkatpertanyaan yang sesuai dengan usia mereka saat itu. Kini,seiring bertambahnya usia dan setelah membaca buku 20 sifat-sifat wajib Tuhan dan 20 sifat mustahil Tuhan yang diberikanoleh ibunya, Radhwa menjadi paham betapa beratnya menjadiTuhan. Kalau tidak tidur dan tidak makan, tentunya bisa masukrumah sakit.
Kagum dengan cara Umi dan Ayah Radhwa menjawabsetiap pertanyaan anaknya mengenai Tuhan yang tertuang dalambuku itu, misalnya dalam tulisan berjudul “Siapa yang Menciptakan Tuhan?”, “Allah Sang Bodyguard”, dan “KenapaBukan Aku Yang Jadi Tuhan?”, terlihat orang tuanyamenjelaskan dengan nalar dan menyediakan bahan bacaanterkait apa-apa yang ditanyakan anak. Cara ini patut kita jadikanpanutan.
Buku kumpulan esai Radhwa ini sangat layak dimilikisebagai koleksi keluarga, karena Radhwa menuliskan secaralugas bagaimana orang tuanya menjawab setiap pertanyaan dan bagaimana kini dia mendapat jawaban dari tiap pertanyaannyayang muncul dari pengalaman hidupnya sendiri dan pengalamanorang lain. Buku ini merupakan kumpulan pengalamanRadhwa di kehidupan nyata menjadi antologi esai yang dibagimenjadi empat tema yaitu: 1) pertemanan dan lingkungansekitar; 2) tentang diri dan keluarga; 3) tentang ujian hidup, dan; 4) tentang Tuhan dan hakikat sesuatu.