PENAJAM-Sebuah tragedi pembunuhan menggemparkan masyarakat Dusun Lima, RT 018, Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) sekira pukul 01.30 Wita, Selasa (6/2) dinihari, tak hanya menyebabkan kemarahan anggota keluarga korban, tetapi juga masyarakat. Seorang anak masuk kategori di bawah umur, berinisial J, diduga tega membunuh lima orang, satu keluarga yang adalah tetangganya sendiri.
Jarak rumah J, yang tercatat sebagai pelajar kelas 3 sebuah SMK di PPU itu, dengan rumah korban sekira 20 meter. J diduga dengan sadis dan kejam merenggut nyawa WL (34) sebagai kepala rumah tangga atau suami, SW (34) selaku ibu rumah tangga atau istri WL, serta tiga buah hati pasangan ini. Yakni RJ (15), VD (12) dan ZA (2,5). Satu keluarga ini ditemukan tewas dengan luka bacokan dalam rumah mereka. Setelah terjadi pembunuhan, pelaku juga diduga tega melakukan perundungan seksual terhadap korban SW dan RJ yang sudah tidak bernyawa. Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban dan memicu amarah di masyarakat.
Di tengah proses hukum yang sedang berjalan, keluarga tersangka dan keluarga korban mencapai kesepakatan untuk meratakan rumah keluarga tersangka pada rapat di Kantor Kecamatan Babulu, PPU, Kamis (8/2) malam. Kesepakatan ini tercipta setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah Kecamatan Babulu. Setelah bersepakat, pembongkaran terhadap rumah anggota keluarga J dilakukan menggunakan alat berat milik Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pekerjaan Umum (PU) Babulu sekira pukul 11.45 Wita, Sabtu (10/2).
“Mediasi di kantor kecamatan dihadiri pihak polsek dan terutama warga terdekat dengan rumah tersangka yang menghendaki agar rumah tersebut diratakan. Tujuannya agar tidak meninggalkan rasa trauma, termasuk rumah korban. Cuma untuk rumah korban akan diratakan juga menunggu 40 hari terhitung sejak hari pertama kematian,” kata Sajiran, sekretaris camat Babulu saat dihubungi media ini di lokasi, Sabtu (102). Ia melanjutkan, karena Indonesia menganut negara hukum sehingga pihaknya meneruskan kesepakatan itu kepada kepolisian, dan pemerintah daerah, serta kepada kedua pihak, utamanya kepada A, kakak J yang selama ini rumahnya ditempati bersama sang adiknya tersebut.
“Bilang pak camat semua menyetujui dan menyadari rumahnya diratakan dan barang-barang berharga diambilnya semua untuk dipindahkan ke luar PPU,” katanya. A yang rumahnya dirobohkan kemarin datang dan di depan masyarakat serta aparat kepolisian sempat membacakan hasil kesepakatan dan minta maaf. Mereka juga menyatakan bisa menerima untuk tidak lagi tinggal di Desa Babulu Laut, di Kecamatan Babulu, dan PPU. “Terus masalah tanah yang mereka tinggalkan akan diselesaikan kemudian,” ujarnya.
Menurut keterangan dari warga lainnya kemarin, kesepakatan itu diambil sebagai bentuk tanggung jawab dan permintaan maaf dari keluarga tersangka atas tindakan keji yang dilakukan oleh J. Selain itu, penghancuran dua rumah dan satu bengkel milik mereka itu diharapkan dapat meredakan amarah masyarakat dan menjadi simbol penyesalan atas tragedi yang telah terjadi. Proses penghancuran rumah keluarga tersangka disaksikan oleh aparat keamanan, tokoh adat, dan masyarakat setempat, rumah tersebut diratakan dengan menggunakan alat berat. Meskipun kesepakatan ini telah tercapai, proses hukum terhadap J tetap berjalan. J dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dan terancam hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) PPU Riviana Noor saat dihubungi Kaltim Post kemarin membenarkan apabila alat berat yang digunakan untuk meratakan rumah keluarga J itu berasal dari UPTD PU Babulu. “Informasinya memang alat UPT PU Babulu yang dipakai atas permintaan camat, dan pada saat pembongkaran camat juga ada di TKP, karena warga marah hendak membakar rumah tersebut, dan pemilik rumah juga sudah pasrah untuk diruntuhkan agar demi menghindari hal-hal anarkis yang akan dilakukan masyarakat. Demikian info yang kami dapat dari teman-teman di lapangan,” kata Riviana Noor. Dia menambahkan, saat proses penghancuran di TKP disaksikan pihak polsek, polres dan koramil. “Pokoknya lengkap,” ujarnya.
Kapolres PPU AKBP Supriyanto saat dihubungi wartawan mengenai hal ini kemarin, ia mengatakan, bahwa sebelum perobohan rumah tersebut A telah menandatangani kesepakatan. Dijelaskannya pula, bahwa selama ini anak berhadapan dengan hukum berinisial J itu hanya tinggal bersama di rumah A selaku kakak kandungnya. Sementara ayah dan ibu mereka tinggal di luar PPU. A, kata kapolres, juga mendukung perobohan rumahnya tersebut karena dia merasa trauma terlebih dia orang pertama yang menyaksikan jasad korban, yang jarak rumahnya hanya dipisahkan dengan pohon pisang itu. Dia menambahkan, saat proses penghancuran rumah tersebut pihaknya hanya menjaga dari sisi keamanannya saja, karena penghancuran rumah tersebut atas kemauan pihak keluarga J sendiri.
ARI ARIEF