SAMARINDA–Tuntutan untuk tiga terdakwa atas penyalahgunaan gelondongan modal yang diberikan Pemkab Penajam Paser Utara (PPU) medio 2021 di dua perusahaan umum daerah (perumda) telah diajukan KPK, Kamis (15/2). Para terdakwa itu, Direktur Utama Perumda Penajam Benuo Taka (PBT) Heriyanto, Kepala Bagian Keuangan PBT Karim Abidin, dan Direktur Perumda Penajam Benuo Taka Energi (PBTE) Baharun Genda.
Berbekal pemeriksaan panjang perkara di Pengadilan Tipikor Samarinda sejak 1 November 2023 lalu, KPK menilai ketiganya telah terbukti serampangan menggunakan modal daerah untuk kepentingan pribadi, hingga memperkaya bupati PPU kala itu, Abdul Gafur Mas`ud (AGM). Dalam tuntutan yang dibacakan di depan majelis hakim yang dipimpin Ary Wahyu Irawan tersebut, Heriyanto dan Karim Abidin, menurut KPK, terbukti menyalahgunakan modal Rp 12,5 miliar yang diterima PBT.
Modal yang ditujukan untuk pembangunan pabrik penggilingan padi atau rice milling unit (RMU) justru diperuntukkan untuk kepentingan lain. Seperti pemberian sejumlah uang tunai ke AGM, biaya sewa jet pribadi dan helikopter bupati, sampai memutar modal itu lewat trading. “Padahal, modal itu murni diberikan pemerintah murni untuk pembangunan RMU,” ungkap JPU KPK membaca berkas tuntutan setebal 150 lembar tersebut. Dalam perkara ini, tak hanya tentang penyalahgunaan modal. Tetapi, juga mekanisme tak patut dalam proses pengusulan uang daerah menjadi penyertaan modal.
Berbekal hasil pemeriksaan saksi dan bukti di persidangan, proyek RMU diusulkan secara asal-asalan tanpa menyertakan rencana bisnis, analisis bisnis, hingga studi kelayakan. Di rencana awal, Pemkab PPU mengalokasikan modal sebesar Rp 29,64 miliar untuk proyek tersebut lewat Perda 7/2020. Namun, terdakwa Heriyanto selaku dirut justru menggunakan uang itu untuk berbagai kegiatan yang tak pernah tertuang dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP).
Baca Juga: Ledakan Keras Terdengar di PPU, Warga Heboh, Ada yang Menyebut Meteor Jatuh
“Sementara Karim Abidin yang kala itu kabag keuangan juga menggunakan sebagian uang itu untuk keperluan pribadinya,” jelasnya. Pemberian modal memang tak penuh diberikan pemkab hanya sebesar Rp 12,5 miliar, namun tak sepeser pun digunakan untuk pengerjaan proyek RMU. JPU merinci ada tiga orang yang menggunakannya tanpa dasar yang jelas, Heriyanto, Karim Abidin, dan AGM. “Sebesar Rp 4,32 miliar digunakan terdakwa Heriyanto, Rp 1,2 miliar digunakan Karim Abidin, dan sisanya oleh AGM,” urainya.
Karena perbuatan keduanya, JPU KPK menuntut Heriyanto dengan Pasal 2 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dalam UU 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan pidana penjara selama 7 tahun. “Serta denda sebesar Rp 600 juta subsider 6 bulan pidana kurungan,” imbuhnya. Sementara, Karim Abidin dituntut selama 5 tahun 6 bulan pidana penjara dengan denda Rp 400 juta subsider 4 bulan pidana kurungan.
Uang yang telah terbukti digunakan kedua terdakwa itu, Rp 4,32 miliar oleh Heriyanto, dan Rp 1,2 miliar oleh Karim Abidin, diajukan JPU untuk dibebankan ke keduanya untuk mengganti kerugian dalam penyertaan modal di PPU tersebut. Jika keduanya tak bisa mengembalikan uang tersebut selepas perkara ini inkrah maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun untuk Heriyanto dan 1 tahun 6 bulan pidana penjara untuk Karim Abidin.
Selepas tuntutan untuk kedua pejabat di PBT itu dibacakan, giliran Baharun Genda menjalani sidang pembacaan tuntutan. Direktur PBTE itu dituntut selama 7 tahun pidana penjara dengan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan pidana kurungan atas penyimpangan penggunaan modal di Perumda yang bergerak di bidang migas tersebut. JPU menilai terdakwa Baharun juga mengelola serampangan modal senilai Rp 3,6 miliar yang diberikan Pemkab PPU.
Dari digunakan pribadi hingga pemberian sejumlah uang tunai ke AGM, serta mengalokasikan gaji bupati di PBTE lewat modal tersebut. “Ada sekitar Rp 1,07 miliar yang digunakan pribadi oleh terdakwa Baharun,” ungkap JPU. Karena itu, selain membebankan pidana penjara, kerugian yang muncul juga dibebankan sebagai uang pengganti. “Jika tak diganti selepas 30 hari perkara ini inkrah maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun,” imbuh jaksa. Selepas mendengar tuntutan tersebut, ketiga terdakwa dalam dua perkara ini dijadwalkan untuk mengajukan pembelaan atau pleidoi pada 22 Februari 2024. (ryu/riz/k15)