Kedua terdakwa perkara dugaan korupsi pembangunan rumah kuliner kota tanpa kumuh yaitu Agus Salim dan Juli Rombe sudah menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Tipikor Samarinda.
Jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara tersebut yaitu Dewantara Wahyu Pratama mengatakan, dalam keterangan kedua terdakwa menyatakan bahwa pembangunan gedung rumah kuliner tersebut memang tidak seusai standar operasional prosedur (SOP) yang ada.
“Mereka mengakui pembangunannya berantakan. Bahkan mereka mengakui kalau nota-nota yang ada tidak sesuai dengan real yang ada di lapangan,” katanya.
Baca Juga: Dalami Keberadaan Kipas di Atas Plafon, Polisi Olah TKP di RSUD dr. H. Jusuf SK
Dalam keterangan terdakwa Juli Rombe, menyatakan bahwa dalil dari perbuatan keduanya berdasarkan perintah atasan. Yaitu nota yang disiapkan harus seusai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Terdakwa Agsu Salim sebagai ketua kelompok swadaya masyarakat (KSM) pun menuruti perintah tersebut dan akhirnya nota untuk laporan pertanggungjawabkan pun akhirnya dipalsukan.
“Kalau Agus Salim bilang ada sisa anggaran tapi dia enggak tahu nominalnya berapa. Katanya dipakai buat nambahin pekerjaan yang lain,” ucap Dewantara.
Melalui keterangan dari terdakwa Juli Rombe lagi, didapati pada saat pengerjaan tangga besi rumah kuliner yang bekerja dengan pihak ketiga. Pengerjaan tersebut bernilai Rp 50 juta. Namun sesuai dengan nota pertanggungjawabkan, terhadap pihak ketiga tersebut ditransfer senilai Rp 70 juta. Akhirnya uang senilai Rp 20 juta tersebut dikasihkan pihak ketiga kepada terdakwa Juli Rombe.
“Dikasihkan secara kes. Terdakwa Juli Rombe mengakui kalau terima uang senilai Rp 20 juta, namun uang itu tidak hanya ke terdakwa namun dibagikan ke fasilitator lain. Artinya dibagi-bagilah,” bebernya.
Ditambahkan Dewantara, kedua terdakwa juga mengakui bahwa ada beberapa item pengerjaan rumah kuliner yang dipihak ketigakan. Sebenarnya dalam pengerjaan rumah kuliner tersebut bisa dipihak ketigakan, namun tidak diberikan kepada badan usaha dan harus ke Kelompok masyarakat.
“Kalau alasan keterlambatan penyelesaian, karena mereka menunggu pengerjaan skala kawasan yang terintegrasi dengan rumah kuliner. Kalau pengerjaan yang lewat tahun, mereka mengakui bahwa yang belum selesai itu bukan hanya pengerjaan yang belum dipihak ketigakan saja,” tuturnya.
Terhadap mempihak ketigakan pengerjaan rumah kuliner, dalam keterangan kedua terdakwa menyatakan bahwa perbuatan keduanya tidak salah. Juli Rombe mengakui bahwa proses pengerjaan bisa dipihak ketigakan dan sudah ada kesepakatan antar unsur kotaku. Namun saat ditanyakan SOP yang ada oleh JPU, terdakwa mengakui tidak membaca SOP dan teknis yang ada.
“Dari ahli kemarin menyatakan bahwa mempihak ketigakan bisa dilakukan kalau pengerjaan dengan resiko yang tinggi, namun ada pengerjaan yang dipihak ketigakan tidak termasuk resiko tinggi. Kalau pengerjaan resiko sedang bisa dialihkan ke pihak lain, dengan catatan dikerjakan kelompok masyarakat lain, bukan badan usaha,” jelasnya. (zar/lim)