• Senin, 22 Desember 2025

Jangan Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah, Penegakan Kasus “Harimau” Bisa Jadi Contoh Buruk ke Masyarakat

Photo Author
- Selasa, 23 April 2024 | 12:00 WIB
MASIH BERGULIR: Kasus harimau yang ditemukan berada di permukiman warga milik Andri Soegianto pada November 2023 lalu, masih berjalan di PN Samarinda.
MASIH BERGULIR: Kasus harimau yang ditemukan berada di permukiman warga milik Andri Soegianto pada November 2023 lalu, masih berjalan di PN Samarinda.

Penerapan pasal dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Andri Soegianto (Andre Sowan) pemilik harimau yang menerkam penjaganya, Suprianda, hingga meregang nyawa, jadi perhatian publik.

SAMARINDA–Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda menuntut pria yang dikenal sebagai pengusaha pusat kebugaran ternama di Kota Tepian itu hanya tiga bulan penjara. Alasannya karena permintaan keluarga korban, padahal pertimbangan pemaafan dan pemulihan kepada keluarga merupakan ranah hakim.

Dosen Hukum Pidana Universitas Mulawarman Orin Gusta Andini mengatakan, tuntutan dan penerapan pasal kepada terdakwa Andi Soegianto dikhawatirkan jadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Samarinda. Jangan sampai hukum dianggap tumpul ke atas tajam ke bawah. "Saya kira kalau alasan permintaan istri korban (sehingga tuntutan JPU ringan), masa se-teknis itu hingga jumlahnya (tuntutan) diikuti. Jaksa dapat memiliki penilaian sendiri," ucapnya.

 

Ditegaskan, tidak ada dasar hukum untuk mengikuti permintaan keluarga korban terhadap tuntutan jaksa. Seharusnya cukup menjalankan prosedur sesuai aturan yang berlaku. "Kemudian kalau bilang ragu, masa masih ragu bahwa Pasal 40 Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) dengan Pasal 359 KUHP tentang Kelalaiannya menyebabkan orang lain mati adalah tindak pidana berbeda, atau kalau memang harimau itu bukan satwa yang dilindungi, sekalian saja gunakan dakwaan tunggal. Pasal 359 yang memang ancaman hukumannya lebih berat (5 tahun penjara)," imbuhnya.

 

Orin melanjutkan, biarkan urusan pemaafan dari keluarga korban dan pemulihan yang telah diberikan pelaku kepada keluarga korban, menjadi ranah hakim. Untuk menjadi dasar hakim menilai memberikan vonis yang seadil-adilnya. "Apakah misalnya kemudian dijadikan alasan untuk meringankan atau seperti apa berdasarkan penilaian hakim di persidangan. Jaksa gunakan saja model dakwaan yang ideal, karena tugasnya mengantar kasus ke pengadilan untuk diperiksa. Selebihnya biar hakim yang menilai perbuatan itu. Kan hakim juga nantinya akan mempertimbangkan semua aspek, termasuk fakta di persidangan dan keadaan lainnya," tuturnya. 

Maksud keadaan lainnya yang juga jadi pertimbangan hakim, lanjut Orin, seperti yang sudah dilakukan terdakwa, yakni adanya perdamaian. Kemudian tanggung jawab pelaku kepada istri dan anak-anak korban. "Memang tujuan hukum adalah keadilan, tapi jangan lupakan juga hukum harus memberikan kepastian agar bisa bermanfaat. Tidak hanya bagi korban, tapi juga jadi contoh bagi masyarakat pada umumnya," pungkas dosen yang juga mengajar mata kuliah Sistem Peradilan Pidana tersebut. 

Sebelumnya, proses hukum terhadap Andri Soegianto terbilang istimewa. Selama menjalani proses pemeriksaan di Polresta Samarinda, Andri berstatus sebagai tahanan rumah. Ketika perkaranya dilimpahkan ke kejaksaan hingga pengadilan, pemilik harimau yang menerkam penjaganya itu tak pernah merasakan dinginnya jeruji besi. Lalu pada sidang kedelapan dengan agenda pembacaan surat tuntutan, jaksa menuntut Andri tiga bulan penjara. 

Kasi Pidum Kejari Samarinda Indra Rivani mengungkapkan, pertimbangan menuntut ringan terdakwa Andri lantaran sudah adanya perdamaian antara pelaku dan keluarga korban. Bahkan istri korban ketika bersaksi di persidangan meminta hukuman seringan-ringannya. Itu diklaim jadi alasan JPU menuntut hukuman tiga bulan penjara dipotong masa tahanan terdakwa. "Perdamaian itu tertuang dalam surat pernyataan yang disepakati kedua pihak. Keluarga korban diberikan tali asih, aset, dan sekolah anak-anaknya dijamin," bebernya. 

Disinggung soal dakwaan alternatif bukan kumulatif, sementara dua pasal yang diterapkan merupakan perbuatan berbeda. Indra menyebut, seharusnya pertanyaan itu disampaikan ke penyidik Polresta Samarinda. "Di berkas perkara yang disampaikan penyidik, itu dikenakan pasal alternatif, yakni Pasal 359 KUHP atau Pasal 40 Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ketika dipelajari lebih jauh, memang ada keraguan terhadap Undang-Undang konservasi. Sebab, dari hasil laboratorium menyatakan, kedua harimau yang dipelihara terdakwa bukan harimau sumatra. Melainkan harimau benggala yang bukan termasuk satwa dilindungi," sambungnya. 

Sementara soal tuntutan tiga bulan, dan proses Andri Soegianto dari ditahan hingga saat ini telah berjalan lima bulan, Indra menyebut, penahanan terdakwa dari penyidik mengalihkan penahanan dari rutan ke tahanan rumah setelah adanya kesepakatan. "Selanjutnya setelah P-21 (dilimpahkan ke kejaksaan), kami melanjutkan penahan rumah. Begitu juga ketika dilimpahkan ke pengadilan, pengadilan melanjutkan penahanan rumah. Perhitungan tahanan rumah itu sepertiga. Tiga hari dia (terdakwa) di rumah terhitung satu hari," imbuhnya. (dra/k16)

ASEP SAIFI

@asepsaifi

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Kaltim Post

Rekomendasi

Terkini

X