Achmad Adji Suseno (60), terdakwa kasus mafia tanah divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (11/9) sore.
Amar putusan dibacakan hakim ketua Irfan Nur Hakim, dan didampingi dua hakim anggota, Febrian Ali dan Aries Dedi. Terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat) di antara ketiga hakim. Hakim Irfan dan Febrian berpendapat, salah satu unsur dari Pasal 264 ayat 1 KUHP tidak terpenuhi. Maka terdakwa dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sedangkan Aries menyatakan terdakwa bersalah dan harus diganjar setahun penjara. Sebelum menutup persidangan, hakim ketua menegaskan kesimpulan keputusan ini diambil dari suara terbanyak. Menurut Soujuangan, suami dari korban Erni Rosmeri Saragih, kasus ini sungguh alot. "Hasilnya mengecewakan. Tapi apapun alasannya, sebagai warga negara saya menghormati keputusan pengadilan," katanya.
Menurut Soujuangan, notaris membuat waarmerking dan dua akta dalam waktu bersamaan dari orang yang berbeda untuk diberikan kepada orang yang sama.
"Mustahil dia (terdakwa) tidak tahu," tukas Soujuangan. Diingatkannya, ini bukan pertama kali terjadi di Banjarmasin. Dia menyebut kasus lain. Yakni perkara akta nomor 89 dari dokter berinisial S yang kemudian menjadi perkara pidana dan perdata."Oknumnya adalah notaris yang sama, yaitu Adjie Suseno dan rekannya Hasby Ansyari," bebernya.
Dalam sidang sebelumnya, JPU Kejaksaan Negeri Banjarmasin menuntut hukuman selama 1 tahun 6 bulan penjara.Terpisah, Adjie mengaku bersyukur. "Alhamdulillah, majelis hakim mengerti ceritanya sesuai fakta hukum yang ada," katanya saat keluar dari ruang sidang.
Kasus ini diungkap Satreskrim Polresta Banjarmasin dan Satgas Mafia Tanah. Kasus ini rumit. Adjie bahkan sempat memprapradilkan penyidik kepolisian. Namun hakim menolaknya. JPU menyatakan terdakwa A dji Suseno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan terhadap akta otentik, melanggar Pasal 264 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adjie mengajukan upaya penangguhan tahanan, dia meminta menjadi tahanan kota dengan alasan penyakit jantung.
Selama persidangan, Adjie "menikmati" privilege. Seperti tidak mengenakan rompi oranye seperti terdakwa lainnya. Pria 60 tahun ini juga boleh menunggu di bangku area pengunjung pengadilan, bukan di ruang khusus tunggu terdakwa.(*)