PEKANBARU – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Riau berhasil mengamankan pasangan suami istri (pasutri) berinisial SH dan SZ yang menjadi pelaku pengancaman dan pemerasan dengan modus Video Call Sex (VCS). Korban mengalami kerugian fantastis, mencapai Rp1,6 miliar, akibat aksi pemerasan yang berlangsung selama dua tahun.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, mengonfirmasi penangkapan kedua pelaku di Pekanbaru, Minggu (12/10/2025).
“Benar, kami telah mengamankan dua orang pelaku yang diduga melakukan tindak pidana pengancaman dan pemerasan dengan modus ‘video call sex’. Keduanya sudah kami amankan untuk pemeriksaan lebih lanjut,” kata Kombes Ade.
Berawal dari VCS Berbayar
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada 3 Agustus 2025. Dari hasil penyelidikan, diketahui korban dan pelaku perempuan, SH, awalnya berkenalan di sebuah tempat hiburan malam pada tahun 2019 dan berlanjut komunikasi melalui media sosial.
Pada Agustus 2023, korban kembali menghubungi SH dan mengajaknya melakukan VCS. Awalnya SH menolak, namun setelah korban menawarkan uang sebesar Rp1 juta, SH menyetujui dan melakukan VCS melalui Instagram.
Saat aksi itu berlangsung, pelaku SH secara diam-diam melakukan tangkapan layar (screenshot) adegan tersebut. Tangkapan layar inilah yang kemudian digunakan untuk mengancam korban.
Dalam pesan ancamannya, pelaku menulis, “Kau kirim uang kalau tidak, kusebarkan fotomu”. Korban yang ketakutan pun menuruti permintaan tersebut dan mentransfer uang sebesar Rp10 juta sebagai permintaan awal.
Modus pemerasan ini terus berlanjut secara intensif selama dua tahun penuh, dari Agustus 2023 hingga Agustus 2025. Selama periode tersebut, korban terus diperas hingga total kerugiannya mencapai Rp1,6 miliar.
Tim Radar Polda Riau yang menindaklanjuti laporan berhasil mengidentifikasi identitas dan alamat pelaku melalui analisis digital forensik, sebelum akhirnya Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Riau melakukan penangkapan.
Kombes Ade Kuncoro mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya kepada orang yang baru dikenal di media sosial, apalagi melakukan aktivitas pribadi yang berpotensi disalahgunakan. Ia juga mendorong setiap korban kejahatan siber untuk segera melapor. (*)