kriminal

Terima Rp 2 Miliar, Mantan Bupati PPU Berkelit Tak Tahu Sumber Uang

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:45 WIB
Sidang AGM

SAMARINDA–Sejak direkrut dan menempati posisi kepala Bagian Keuangan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Benuo Taka (PBT) medio April 2021, Karim Abidin mengaku keuangan badan usaha milik Pemkab Penajam Paser Utara (PPU) itu terbilang cekak. Saldo di rekening perusahaan hanya sekitar Rp 200 juta dan ada penggunaan yang tak sesuai rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) tahun itu.

Padahal, di Januari, perumda itu baru saja mendapat suntikan dana sebesar Rp 2,5 miliar. Dari koordinasi dengan pejabat sebelum dirinya, diketahui ada beberapa penggunaan yang berujung di luar koridor yang sudah dituangkan dalam RKAP. Berbekal hal itu, penggunaan modal lanjutan yang bakal diterima PBT pun mulai dicatat dalam pembukuan. “Sekitar September 2021 modal Rp 10 miliar diberikan pemkab (Pemkab PPU),” ungkapnya ketika memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Samarinda, (26/3).

Baca Juga: Eksepsi Pasca Didakwa Selewengkan Penyertaan Modal Dua Perumda, AGM Anggap KPK Salah Gunakan Kekuasaan 

Pria yang juga terpidana dalam kasus korupsi penyertaan modal di Perumda PPU itu, bersaksi untuk terdakwa lain dalam perkara yang sama. Yakni mantan bupati PPU kala itu Abdul Gafur Ma`sud (AGM). Setelah modal masuk ke rekening perusahaan, selepas berkoordinasi dengan Direktur Utama PBT Heriyanto, dana tersebut langsung dipecahnya ke dalam tiga rekening berbeda. Masing-masing sebesar Rp 5 miliar, Rp 4,5 miliar, dan Rp 500 juta. “Ketiga rekening itu atas nama PBT,” jelasnya.

Pemecahan rekening itu juga ditujukan agar fulus yang ditujukan untuk pembangunan pabrik penggilingan padi atau rice milling unit (RMU) di Babulu, PPU, tak tercampur dengan pendapatan lain perusahaan. Namun, penggunaan uang itu justru mengalir untuk kegiatan yang melenceng dari tujuan. Seperti penggunaan uang untuk mengerjakan proyek fisik yang didapat Heriyanto. Untuk ini, sambung Karim, ditujukan untuk memutar uang perusahaan yang ada.

Ada pula untuk memenuhi permintaan bupati. Total ada Rp 2 miliar dari modal Rp 10 miliar yang diberikan secara tunai ke AGM. Pemberian sejumlah fulus itu ditujukan untuk bupati diketahuinya dari Heriyanto. “Permintaan Heriyanto untuk kasih ke bupati. Dua kali pemberian, pertama di 12 September 2021 sebesar Rp 1,8 miliar dan berselang 1–2 hari kemudian sisanya, Rp 200 juta,” jelasnya. Yang dia tahu, uang itu diantarkan oleh salah satu pegawai PBT ke salah satu orang dekat AGM di Balikpapan.

Setiap pengeluaran itu selalu dicatatnya dalam pembukuan perusahaan. Untuk uang yang disebut Heriyanto diserahkan ke AGM, ditulisnya dengan nomenklatur peminjaman. “Begitu pun dengan uang yang dipakai Heriyanto untuk kerjakan proyek buat mutar modal,” sambungnya. Ketika modal tahap dua diterima, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) PPU meminta untuk dibuatkan laporan penggunaan modal tahap pertama sebesar Rp 2,5 miliar.

Baca Juga: Keberatan AGM Dianggap Tak Relevan, JPU KPK Minta Majelis Hakim Lanjutkan Persidangan

Tak sampai di situ, Heriyanto juga meminta untuk dilampirkan rencana bisnis (renbis) dan analisis bisnis (anbis) terkait proyek RMU dalam laporan tersebut. Sejak awal mengisi kursi kepala Bagian Keuangan PBT, sepengetahuannya renbis atau anbis itu berasal dari Pemkab PPU karena proyek RMU itu merupakan kegiatan limpahan yang diminta PBT mengerjakan.

Alhasil, anbis dan renbis pun dibuat dengan menyewa jasa akademisi Universitas Mulawarman. Modal pun kembali terpakai untuk menggunakan jasa tersebut meski peruntukan uang tak tertuang dalam RKAP. Di luar itu, ada permintaan lain yang membuatnya bingung. Seperti pembayaran jet pribadi dan helikopter yang digunakan AGM sebagai bupati kala itu.

“Tiba-tiba datang invoice penyewaan jet dan heli untuk dibayar. Sempat tanya Heriyanto dia bilang proses saja. Untuk heli, Heriyanto bilang pemkab pinjam uang dulu,” sebutnya. Ada pula perintah untuk mentransfer sejumlah uang ke beberapa orang, seperti Nur Afifah Balqis hingga pejabat teras DPP Demokrat Andi Arief. Beragam aliran uang ini ditulisnya dalam pembukuan dengan nomenklatur peminjaman bupati.

Karim pun sempat mencari cara untuk memutar uang itu agar mendapatkan untung lewat bermain trading Forex. Namun hal itu berakhir buntung. Total dalam catatannya, dari Rp 12,5 miliar modal yang diterima, sekitar Rp 5,57 miliar dipinjam Heriyanto, AGM sebesar Rp 5,81 miliar, dan dia menggunakan sekitar Rp 900 juta untuk trading yang berakhir gagal. Mendengar keterangan saksi itu, AGM dan kuasa hukumnya menyoal lantaran dia sama sekali tak tahu jika sumber uang yang dipinjamnya ke Heriyanto berasal dari modal perumda.

 Saksi pun mengaku jika hal itu benar adanya. Berbagai transaksi itu dijalankannya sesuai arahan Heriyanto yang menyebut bupati meminjam modal dulu. (ryu/riz/k8)

 

Halaman:

Tags

Terkini