• Senin, 22 Desember 2025

Keberatan AGM Dianggap Tak Relevan, JPU KPK Minta Majelis Hakim Lanjutkan Persidangan

Photo Author
Indra Zakaria
- Kamis, 29 Februari 2024 | 08:18 WIB
KASUS KORUPSI: Sidang pembacaan nota keberatan Abdul Gafur Masud dan tim kuasa hukumnya, beberapa waktu lalu. ROBAYU/KALTIM POST
KASUS KORUPSI: Sidang pembacaan nota keberatan Abdul Gafur Masud dan tim kuasa hukumnya, beberapa waktu lalu. ROBAYU/KALTIM POST

 

SAMARINDA–Nota keberatan atau eksepsi yang dilayangkan Abdul Gafur Mas`ud (AGM) dan kuasa hukumnya, dianggap jaksa KPK tak layak dipertimbangkan. Isi eksepsi mantan bupati Penajam Paser Utara (PPU) itu malah menyentuh pokok materi perkara yang disidangkan, bukannya formal atau materiel isi dakwaan yang diajukan jaksa.

Terlebih, eksepsi yang disampaikan AGM dan kuasa hukumnya pada 20 Februari lalu, dianggap para beskal komisi antirasuah seperti pembelaan yang harusnya dilayangkan nanti. Selepas pembuktian jaksa dalam perkara korupsi kedua yang menyeret AGM rampung. Hal tersebut disampaikan JPU KPK dalam menanggapi eksepsi yang dilayangkan terdakwa korupsi penyertaan modal di dua perusahaan umum daerah (perumda) PPU itu. Yakni Perumda Benuo Taka (PBT) dan Perumda Benuo Taka Energi (PBTE).


Baca Juga: Perkara Kedua AGM Bergulir Perdana di Pengadilan Tipikor, Modal Perumdam untuk Sewa Jet

“Penuntut umum meminta majelis hakim untuk menolak eksepsi yang diajukan terdakwa dan melanjutkan persidangan masuk dalam pembuktian perkara,” ungkap JPU KPK Ni Nengah Gina Saraswati dan Ahmad Husin Madya di Pengadilan Tindak Pidana (Tipikor) Samarinda, (27/2). Dalam eksepsi, AGM menyoal kompetensi KPK dalam menangani perkara ini. Padahal, lanjut keduanya membaca tanggapan eksepsi, kewenangan itu sudah tertuang jelas dalam UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dalam UU 19/2019.

Baca Juga: Eksepsi Pasca Didakwa Selewengkan Penyertaan Modal Dua Perumda, AGM Anggap KPK Salah Gunakan Kekuasaan 

Khususnya, Pasal 11 Ayat 1 huruf a dan b, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukan KPK menyasar pada tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, hingga orang lain yang terlibat dalam korupsi dengan minimal kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. Dengan begitu, JPU menilai keberatan akan kompetensi KPK dalam menangani perkara ini telah terbantahkan.

Dalam perkara korupsi penyertaan modal di PBT dan PBTE ini, AGM didakwa menyalahgunakan kewenangannya selaku bupati PPU dengan menggunakan modal dua perumda pada 2021. Nilai uang yang digunakan secara tak patut dari kedua perumda itu disinyalir mencapai Rp 6,28 miliar. “Sehingga, keberatan yang diajukan terdakwa terkait kompetensi KPK jelas terbantahkan,” lanjut keduanya membaca.

Terkait keberatan penggunaan taksiran kerugian negara dalam kasus ini yang disebut bersumber dari perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sambung JPU, nyatanya jelas menyentuh materi perkara yang harusnya dibuktikan terlebih dahulu lewat pemeriksaan saksi dan bukti.

Sementara itu, poin-poin keberatan lainnya dianggap JPU KPK tak layak ditanggapi karena tak menyentuh kelayakan dakwaan yang dibacakan pada 13 Februari 2024. Sementara, dakwaan yang dibacakan jaksa telah memenuhi unsur tujuan, waktu dan tempat kejadian perkara yang diajukan. “Beberapa poin keberatan tak ada relevansi dengan tata cara pengajuan eksepsi. Malah seperti pembelaan yang harusnya diajukan nanti. Ketika pemeriksaan saksi dan bukti rampung,” jelas JPU KPK singkat.

Pada persidangan sebelumnya pekan lalu, AGM dan kuasa hukumnya keberatan atas dakwaan yang diajukan KPK. Dari menyoal perkara kedua yang membelitnya dengan alasan dia sudah diadili dalam kasus gratifikasi dan suap dengan vonis 5 tahun 6 bulan pidana penjara. Kemudian perkara tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. KPK dianggap AGM menyalahgunakan kekuasaannya dalam menangani perkara korupsi yang menyeretnya dengan memilah perkara sejenis.

Padahal, harusnya ada penggabungan atau pengakumulasian perkara yang dilakukan satu orang dalam waktu yang berbeda. Lalu, penyertaan modal ke dua perumda itu, disebutnya tak bisa sepenuhnya dimaknai sebagai kerugian negara lantaran dalam nomenklaturnya, penyertaan modal diklasifikasikan sebagai kekayaan negara yang dipisahkan sehingga dianggap dalam segmen privat.

Selepas tanggapan eksepsi dibacakan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Ary Wahyu Irawan bersama Nugrahini Meinastiti dan Suprapto menjadwalkan persidangan lanjutan akan digelar pada 5 Maret. Agendanya, pembacaan putusan sela. (ryu/riz/k15)

 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Kaltim Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X