• Senin, 22 Desember 2025

Politik Trah Rawan Korupsi

Photo Author
Indra Zakaria
- Rabu, 8 Mei 2024 | 07:39 WIB
ilustrasi dinasti politik
ilustrasi dinasti politik

 

Dari sisi regulasi, politik trah, khususnya dalam pilkada tidak melanggar aturan. Namun, fenomena ini memicu ruang yang tidak adil dan tidak setara bagi semua kader.

 

BALIKPAPAN-Pemilu Legislatif 2024 yang dilaksanakan Februari lalu memunculkan sejumlah catatan bagi Kaltim. Salah satu yang menarik perhatian adalah, fenomena politik trah. Setelah pileg, politik trah berpotensi berlanjut pada pilkada yang digelar November mendatang.  Di Partai Golkar, keluarga Mas’ud menempatkan wakilnya di DPR RI melalui Rudy Mas’ud, serta Hassanuddin Mas’ud dan Syahariah yang terpilih sebagai anggota DPRD Kaltim.

Baca Juga: Politik Dinasti Bisa Memicu Persekongkolan Jahat

Selain keluarga Mas’ud yang menyasar panggung politik di Balikpapan, Kukar, dan PPU, ada juga keluarga almarhum Yusriansyah Syarkawi, bupati Paser periode 2016-2021. Anaknya, Hendra Wahyudi dan Yenni Eviliana, kembali terpilih sebagai anggota DPRD 2024-2029. Menantu almarhum, Sinta Rosma Yenti juga terpilih sebagai anggota DPD RI Kaltim periode 2024-2029. Selain di Paser, trah politik juga ditemukan di Bontang. Andi Sofyan Hasdam, wali kota Bontang dua periode, terpilih sebagai anggota DPD Kaltim periode 2024-2029. Dua anak dan satu menantu Andi Sofyan Hasdam juga merupakan anggota DPRD dan anggota DPRD terpilih dalam Pileg 2024.

Baca Juga: Melawan Stigma, Ini Daftar Dinasti Politik di Kaltim...

Pasangan suami istri Syafruddin dan Damayanti juga mencuri perhatian. Syafruddin lolos ke Senayan, sedangkan Damayanti, terpilih sebagai anggota DPRD Kaltim. Keduanya menggunakan PKB sebagai perahu politik menuju parlemen. Keberhasilan itu ditepis Syafruddin sebagai bentuk membangun sebuah dinasti. Menurutnya, setiap figur yang muncul sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan baik kepala daerah maupun dewan seperti dirinya tidak dipilih karena trah penguasa. Melainkan perjuangan pribadi.

“Kami berjuang. Bertarung bahkan sesama anggota keluarga. Jabatan kami bukan diwariskan. Melainkan perjuangan dengan meyakinkan rakyat. Ada visi dan misi. Sehingga, jika banyak orang menafsirkan itu dinasti politik, maka tidak tepat. Karena ini kembali kepada rakyat yang memilih,” ucap Syafruddin, Sabtu (4/5). Pernyataan serupa juga diungkapkan keluarga Mas’ud melalui Rudy Mas’ud. Dia memastikan kader yang diusung telah melewati proses dan mendapat rekomendasi. Itu berdasar hasil rapat kerja daerah (rakerda) dan Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) Partai Golkar.

Baca Juga: Politik Dinasti Identik dengan Perilaku Koruptif

Masifnya fenomena politik trah merupakan sebagai persoalan lama. Hal itu banyak terjadi dan bahkan telah mengakar seperti di Banten dan Sulawesi Selatan. Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, fenomena tersebut merefleksikan kuatnya dinasti politik pada institusi partai pada daerah tersebut. Sebab, rata-rata pelaku politik trah menguasai partai.

"Ketika mereka menguasai kepemimpinan di partai, mereka akhirnya juga menjadi bagian inti dari rekrutmen jabatan-jabatan publik di pilkada," ujarnya. Imbasnya, bisa dengan mudah mencalonkan keluarga.

Partai sendiri, lanjut Titi, cenderung tidak mampu berbuat banyak. Sebab, tokoh-tokoh yang menguasai politik trah umumnya tidak hanya menguasai jejaring di daerah tersebut, namun juga memiliki kekuatan modal yang besar. Sumber daya tersebut, sejalan dengan kepentingan partai di tengah realitas politik biaya tinggi dan kebutuhan partai untuk pembiayaan menggerakkan mesin partai. "Akhirnya, membuat mereka bisa leluasa membangun karier di partai dan juga menjadi maju di panggung pilkada," terangnya.

Dari sisi regulasi, politik trah dalam pilkada tidak melanggar aturan. Namun Titi mengingatkan, fenomena ini memicu ruang yang tidak adil dan tidak setara bagi semua kader. Kader yang loyal dan berkualitas, sangat mungkin tersingkir olehnya. Hal itu secara otomatis menurunkan kualitas demokrasi. Di sisi lain, politik trah juga rentan sekali dengan perilaku koruptif dan tidak akuntabel. Sebab, cara mengelola pemerintahan kerap seperti mengelola perusahaan privat yang seolah-olah dilokalisasi sebagai urusan keluarga.

"Nah, ini yang kemudian membuat pelayanan publik menjadi buruk dan kemudian mereka akhirnya rentan terlibat dalam politik bancakan di daerah," terangnya. Bagi pemilih sendiri, Titi menilai tidak bisa berbuat banyak. Dalam kasus tertentu, bahkan pemilih kerap disodorkan calon yang semuanya representasi politik trah. "Yang muncul semua adalah bagian dari politik trah. Lalu di mana kesadaran warga, di mana warga punya pilihan," kata dia. Fenomena ini, baginya hanya bisa diperbaiki melalui internal partai. Yakni dengan membangun ekosistem pencalonan yang lebih berorientasi pada kaderisasi dan rekrutmen yang demokratis.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Jawapos, Kaltim Post

Rekomendasi

Terkini

Bupati Kukar Aulia Rahman Gabung Partai Gerindra

Senin, 24 November 2025 | 09:59 WIB
X