Peternak sapi di Kabupaten Ketapang terancam merugi lantaran daging beku impor yang kian membanjiri pasar lokal. Imbasnya, peternak kesulitan menjual sapi karena permintaan daging sapi lokal anjlok drastis.
Ketua Koperasi Lembu Unggul Barokah, Maniri, mengungkapkan bahwa kondisi ini sudah berlangsung sejak enam bulan terakhir. Jika dibiarkan berlarut-larut, seluruh peternak dan pedagang sapi lokal terancam tidak mampu menghidupi keluarga mereka.
"Sapi ini sebenarnya jadi tabungan peternak. Untuk anak sekolah, hari-hari mereka bertani, nanam sayur, pupuk mahal, pupuk kandang itulah untuk menekan biaya kos pertanian mereka," ungkap Maniri.
Dia menyampaikan, dari data yang dikantongi, setidaknya ada 441 peternak yang hingga kini masih mengandalkan kehidupan mereka pada usaha peternakan sapi. Jumlah tersebut didapat dari beberapa desa saja.
"Kalau untuk 20 kecamatan se-Kabupaten Ketapang ada ribuan peternak yang harus diselamatkan oleh pemerintah daerah, kehidupan mereka, karena daging impor itu tidak diatur peredarannya sesuai dengan kebutuhan Ketapang," ucapnya.
Maniri mengungkapkan, sebelum daging impor marak di pasar lokal, mereka mampu menjual 81 ton daging segar per bulan. Data tersebut hanya berasal dari Kota Ketapang, Kecamatan Kendawangan, dan Kecamatan Sandai.
"Kalau per hari, Ketapang 24 ekor, Kendawangan dua ekor, dan Sandai tiga ekor per hari. Itu dari 15 tempat pemotongan sapi di Ketapang, empat di Kendawangan, dan tiga tempat pemotongan sapi di Sandai," jelasnya.
Namun saat ini, lanjut Maniri, kondisinya sangat jauh bertolak belakang. Penjualan daging sapi segar merosot signifikan. Dalam sehari, mereka hanya mampu menghabiskan dua ekor daging sapi. Bahkan, pada hari-hari tertentu, satu ekor pun tidak mampu terjual.
Mereka pun meminta solusi kepada Pemerintah Kabupaten Ketapang tentang nasib peternak sapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun, Maniri mengaku hingga kini belum ada solusi yang diberikan.
"Kami sudah beberapa kali melakukan audiensi terkait masalah ini ke Pemerintah Kabupaten Ketapang, namun hingga saat ini pemerintah daerah belum bisa memberikan solusi agar peternakan dan pedagang bisa keluar dari masalah tersebut," pungkasnya. (afi)