Setidaknya ada empat korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Barat yang terindikasi melakukan pelanggaran. Hal itu diungkapkan Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo dalam sesi diseminasi yang dihelat di ajang Kolase Journalist Camp 2024 di New Agro Rekadena Kubu Raya, Kalbar, 23 – 24 Oktober 2024.
Tiga narasumber hadir dalam diseminasi tersebut. Selain Okto, hadir pula aktivis lingkungan dan praktisi hukum Made Ali, serta Direktur Point Kalbar Martin Gilang. Dalam paparannya, Okto menyampaikan hasil Pemantauan Komitmen Perusahaan HTI di Kalbar, Rabu (23/10/2024).
Ada temuan indikasi pelanggaran sejumlah korporasi yang terungkap setelah pihaknya bersama sejumlah jaringan organisasi masyarakat sipil melakukan pemantauan di delapan provinsi di Indonesia, termasuk Kalimantan Barat.
Pemantauan dilakukan sepanjang tahun 2018 hingga tahun 2024. “Kami bersama jaringan se-Indonesia melakukan pemantauan terkait sejumlah komitmen, seperti NDEP (No Deforestasi, No Peat and No Exploitation), realisasi restorasi gambut, restorasi areal pascakarhutla, komitmen berkelanjutan korporasi, hingga eksisting areal korporasi yang izinnya dicabut,” kata Okto.
Dari pemantauan tersebut, kata Okto, setidaknya ada empat dari 11 Perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Barat yang terindikasi melakukan pelanggaran, PT FI, PT MP, PT ATP, dan PT WHP.
“Empat korporasi di atas, terindikasi masih melakukan pelanggaran serius, seperti tidak adanya upaya pemulihan gambut, deforestasi di area lindung, konflik lahan dengan masyarakat, alih fungsi lahan, dan komitmen perlindungan lingkungan yang belum sepenuhnya dipatuhi,” katanya. (*)