Setiap tahun, tepatnya tanggal 5 November, masyarakat Indonesia merayakan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN). Momen ini tidak hanya sekedar simbol penghargaan terhadap flora dan fauna, tetapi menjadi panggilan hati melindungi kekayaan alam Indonesia dan Kalimantan Barat, yang semakin terancam akan perubahan lingkungan dan ulah manusia. Salah satu satwa yang wajib mendapatkan perhatian khusus pada hari istimewa ini adalah Lutung Sentarum (Presbytis Chrysomelas Cruciger), primata endemik yang hanya bisa ditemui di Kalimantan Barat ini ?
DENY HAMDANI, PONTIANAK.
Lutung Sentarum atau Langur Borneo (Presbytis Chrysomelas Cruciger), adalah salah satu satwa langka endemik Kalimantan Barat (Kalbar). Primata satu ini bagian dari keanekaragaman primata yang ada di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum di Kabupaten Kapuas Hulu. Di sana dan Kalbar sendiri banyak primata seperti Orangutan (Pongo Pygmaeus), Bekantan (Nasalis larvatus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung Merah (Presbytis rubicunda), termasuk Lutung Sentarum (Presbytis Chrysomelas Cruciger).
Baca Juga: Polres Kayong Utara Bilang Belum Cukup Bukti, Dugaan Pungli SKPT Belum Naik ke Penyelidikan
Tahun 2020 lalu, tepatnya awal bulan Juni primata Langur Borneo, tiba-tiba muncul Desa Nanga Lauk, Kabupaten Kapuas Hulu. Kemunculan hewan primata itu berada di titik koordinat Lat 112 derajat 38′ 25.678″ E, Long 0 derajat 56′ 43.794″ N. Lutung Sentarum adalah satwa yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di tajuk pohon hutan. Langur Borneo lebih suka berada jauh di atas, melompat dari satu dahan ke dahan lainnya, dan hidup berkelompok di dalam hutan yang lebat. Keberadaan mereka yang unik dan jauh dari pemukiman menjadikan mereka simbol dari alam liar Kalimantan yang eksotis. Namun sayangnya, satwa ini juga semakin terancam punah.
Lutung Sentarum sendiri memiliki ciri khas, yang membedakannya dari jenis lutung lainnya. Dengan bulu berwarna cokelat gelap hingga hitam, wajahnya dikelilingi warna putih yang memberi kesan menawan sekaligus misterius. Satwa ini cenderung pemalu, menjauh dari manusia, dan lebih suka hidup dalam kelompok kecil. Kehidupan sosial mereka bergantung pada kebersamaan dalam kelompok yang dipimpin oleh seekor jantan dominan. Sementara betina dan anak-anaknya saling menjaga satu sama lain.
Namun, sifat pemalu dan kecenderungan untuk tinggal di area yang sulit dijangkau tidak menjamin keselamatan mereka. Seiring waktu, ancaman datang menghampiri. Perusakan hutan, konversi lahan untuk perkebunan, serta perburuan ilegal telah mengurangi habitat alami lutung ini. Habitat mereka yang semakin sempit memaksa Lutung Sentarum bersaing dengan manusia dalam mendapatkan ruang hidup. Pada akhirnya mempersempit peluang mereka untuk bertahan.
Keberadaan Lutung Sentarum di hutan Kalimantan Barat bukan sekadar pelengkap keanekaragaman hayati. Namun mereka memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Primata ini membantu menyebarkan biji dari pohon-pohon yang mereka konsumsi. Sehingga mampu membantu regenerasi hutan. Dalam ekosistem hutan luas dan kompleks, peran Langur Borneo serupa dengan "tukang kebun alami" yang menjaga keanekaragaman flora dan memastikan hutan tetap tumbuh subur dan seimbang.
Tanpa Lutung Sentarum, siklus ekosistem hutan bisa terganggu. Kehilangan satu spesies dari rantai ekosistem dapat berdampak luas. Menyebabkan ketidakseimbangan yang mengancam spesies lain, termasuk flora yang bergantung pada penyebaran biji.
Status Lutung Sentarum saat ini terancam punah, terutama karena kerusakan habitat yang kian meluas. Hutan Kalimantan Barat menghadapi tekanan hebat dari deforestasi yang dilakukan untuk lahan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Di tengah-tengah tantangan ini, beberapa upaya pelestarian dilakukan untuk menyelamatkan spesies ini, termasuk oleh pemerintah, organisasi lingkungan, dan masyarakat adat terus dilakukan.
Beberapa kawasan konservasi dan taman nasional di Kalimantan Barat juga menjadi benteng terakhir bagi kelestarian Lutung Sentarum. Kerja sama dengan masyarakat lokal menjadi kunci dalam pelestarian satwa ini, karena merekalah yang memahami seluk-beluk hutan dan dapat ikut serta dalam perlindungan langsung. Selain itu, edukasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem hutan perlu ditingkatkan, terutama untuk generasi muda, agar kesadaran cinta terhadap puspa dan satwa nasional tetap hidup dan tumbuh.
Makanya, Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional seharusnya tak hanya perayaan simbolis. Akan tetapi menjadi refleksi bagi semua. Ini adalah kesempatan memahami bahwa keberadaan satwa langka seperti Lutung Sentarum adalah bagian dari kekayaan alam yang harus dijaga dengan sepenuh hati. Tanpa upaya nyata dari kita semua, spesies ini hanya akan menjadi kenangan yang tersisa dalam foto dan cerita.
Mari jaga alam Indonesia. Mari jaga Lutung Sentarum, demi kelestarian puspa dan satwa yang menjadi kebanggaan bangsa. Setiap langkah kecil untuk melestarikan lingkungan adalah bukti cinta kepada alam. Sebab mencintai Indonesia adalah juga mencintai segala makhluk yang hidup di dalamnya.
Sejarah HCPSN ?
Sejarah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional atau HCPSN awalnya digagas oleh Presiden Soeharto melalui Keppres Nomor 4 Tahun 1993. Presiden kedua Indonesia ini ingin agar setiap masyarakat menghargai makhluk hidup dengan cara meningkatkan perlindungan dan mengurangi perburuan liar. Selain itu, Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional diperingati setiap tanggal 5 November dengan tema dan maskot yang berbeda-beda.
Pemerintah pernah menetapkan 3 puspa nasional dan 3 satwa nasional agar masyarakat semakin semangat untuk menjaga keragaman hayati di Indonesia. Adapun 3 puspa nasional yang ditunjuk antara lain. Puspa Bangsa adalah Melati (Jasminum Sambac), Puspa Pesona adalah Anggrek (Phalaenopsis Amabilis) dan Puspa Langka merupakan Padma Raksasa (Rafflesia Arnoldi)
Sementara 3 satwa nasional yang ditetapkan. Pertama Satwa Nasional berupa Komodo (Varanus Komodoensis), Satwa Pesona yakni Ikan Siluk Merah (Sclerophages Formosus) dan Satwa Langka yakni Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi)
Situs kshe.ipb.ac.id, pada 17 Januari 2023 lalu mengulas tentang salah satu jenis primata yang terakhir ini. Lewat kerja sama penelitian atau Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani awal Mei tahun 2021 lalu, di Direktorat Jenderal KSDAE Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, antara Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TaNa Bentarum).
Dr. Nyoto Santoso, ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) IPB sekaligus peneliti beserta tim, menjelaskan bahwa spesies yang dinamai Lutung Sentarum ini ditemukan di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum. Spesies ini, menurutnya, merupakan primata yang baru ditemukan di Indonesia dan telah diperkenalkan sejak Juni 2021. Mereka memperkenalkan spesies tersebut sebagai lutung baru dan berbeda dari Lutung Sentarum yang pertama ditemukan di Sabah Malaysia dengan status Critically Endangered.
Lutung Sentarum diprediksinya hasil persilangan alami antara spesies Lutung Merah dan Lutung Hitam Kalimantan. Prediksi ini disimpulkan dari ciri khas morfologi Lutung Sentarum berupa punggung berwarna hitam dan perut berwarna oranye hingga ke muka. Peran lutung ini di ekosistem tersebut antara lain sebagai pemakan daun dan buah (penyebar biji).
Perilaku mereka adalah arboreal (aktif) di tajuk pohon, berkelompok, dan cenderung menjauh dari pemukiman. Maka tak mengherankan terkadang keberadaan spesies ini sulit ditemukan. Disinyalir terdapat sekitar 250 ekor sampai 300 ekor Lutung Sentarum dengan 30 kelompok dan sub kelompok di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum dan area sekitar.(**)