• Minggu, 21 Desember 2025

Uang APBD Kalbar "Tersendat" di Sistem E-Katalog 6, Kontraktor Keluhkan Dana Cair Lama

Photo Author
- Rabu, 4 Juni 2025 | 13:45 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui E-Katalog versi 6, yang diterapkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menuai kritik keras. Di Provinsi Kalimantan Barat, sistem ini dinilai memperlambat pencairan dana APBD hingga menyebabkan uang daerah tersendat dan tidak langsung mengalir ke masyarakat. Putaran uangnya berputar ke pihak ketiga yakni PT.Finnet yang ditunjuk oleh Telkom, sebagai pemproses pembayaran.

Itu dikatakan Sueb, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Barat yang mengkritisi pelaksanaan sistem E-Katalog versi 6 yang dinilai lebih rumit dan berbelit-belit dibanding versi sebelumnya. Ia menyebut ada dua lembaga keuangan yang terlibat dalam proses penyaluran dana APBD Kalbar. Pertama Bank Kalbar sebagai bank daerah dan pihak ketiga yang ditunjuk LKPP, yakni Telkom menunjuk lagi ke PT Finnet Indonesia.

"Ini seperti main bola saja. Tapi bolanya diputar-putar sendiri. Uang daerah harusnya bisa cepat bergerak, menghidupi kontraktor, pekerja, dan rakyat. Tapi sekarang malah dibawa berputar-putar. Kalau aksesnya cepat ya sukur, tetapi malah lama dan jadi panjang birokrasinya. Itu dialami para pelaksana. Mereka sudah mengadu kepada kami (DPRD Kalbar),” ucap Sueb dengan nada kesal, Rabu(4/6).

Yang lebih mencemaskan lagi, Sueb mempertanyakan siapa yang menjadi penjamin jika terjadi kendala atau bahkan gagal transfer dana. Dalam sistem ini, LKPP menunjuk Telkom, lalu Telkom menunjuk anak perusahaannya, PT Finnet, sebagai operator teknis pembayaran. "Bank saja punya LPS sebagai penjamin. Lalu kalau ini ? Apakah Telkom punya dana cukup sebagai menjamin transaksi bernilai besar jika terjadi kendala ? Ini uang daerah, bukan uang main-main,” tegasnya lagi.

Baca Juga: Menteri Nusron dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Kunjungi Sulawesi Tenggara, Pentingnya Tuntaskan Masalah Pertanahan Bersama

Politisi Hanura Kalbar ini juga menambahkan berdasarkan penelusurannya koordinasi antara biro jasa pemerintah provinsi dengan pihak Finnet sangat sulit dilakukan. Itu karena tidak ada perwakilan resmi Finnet di Pontianak. Proses pencairan dana yang biasanya hanya butuh waktu satu hari kini bisa tertunda hingga beberapa hari tanpa kejelasan. Itu sudah dialami banyak pelaksana jasa kontruksi barang dan jasa.

"Pelaksana program kerja, baik itu kontraktor maupun penyedia jasa, sudah mulai protes. Mereka bilang sudah 5 hari dana tak cair. Padahal biasanya besoknya sudah masuk rekening ketika sudah ditransferkan bank daerah,” tambah Sueb.

Lebih ironis lagi, dana APBD yang seharusnya langsung digunakan di daerah justru harus dialihkan ke pihak ketiga terlebih dahulu. Setelah sampai ke pihak ketiga, barulah dana tersebut dialirkan ke penyedia barang/jasa melalui sistem yang dikelola PT Finnet. "Itu namanya aneh! Kenapa uang daerah harus ke pihak ketiga dulu? Bukankah mestinya dana APBD tetap berputar di daerah? Ini seperti ada dua bank saja di sini,” sesal Sueb.

Di sisi lain, anggota DPRD Kalbar asal dapil Kubu Raya-Mempawah ini juga menyoroti tantangan sistem E-katalog versi 6 kedepan. Seperti terjadinya perlambatan pencairan dana, sistem E-Katalog versi 6. Sueb juga memandang beberapa potensi kelemahan. Misalnya adaptasi SDM yang lambat. Kemungkinan banyak aparatur daerah masih kesulitan mengoperasikan sistem baru.

Soal infrastruktur digital masih lemah. "Wilayah dengan akses internet terbatas sering mengalami gangguan," jelasnya. Di sisi lain juga kerentanan bahwa verifikasi produk rumit. "Proses validasi produk masih manual dan memakan banyak waktu termasuk transisi dari versi 5 ke 6 mungki cukup menyulitkan. "Perubahan sistem besar-besaran membuat banyak daerah kewalahan termasuk para pelaksana barang dan jasa," timpal dia.

Sueb mendesak pemerintah pusat untuk segera mengevaluasi sistem E-Katalog versi 6. Menurutnya, regulasi semacam ini justru membebani daerah dan menghambat realisasi anggaran menjelang akhir tahun. "Kalau sistem ini tidak dievaluasi, ke depan berptensi akan banyak proyek mangkrak, dana tak terserap, dan rakyat yang rugi. Kami akan sampaikan hal ini secara resmi nantinya di saat rapat paripurna,” jelasnya.

Sueb melanjutkan bahwa sistem digitalisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah seharusnya mempermudah proses dan meningkatkan transparansi. Namun, jika implementasinya justru memperpanjang rantai birokrasi dan mempersulit daerah, maka tujuan awal akan lenyap begitu saja. "Transparansi, pertanggungjawaban, dan kepastian penjaminan harus segera diperjelas agar uang rakyat tidak hilang dalam labirin teknologi," pungkas dia. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X