BANJARMASIN – Pajak hiburan malam yang ditetapkan Pemko Banjarmasin dikeluhan pengusaha THM (tempat hiburan malam).
Tarif sebesar 40 persen untuk diskotek dan 30 persen bagi karaoke, dianggap terlalu tinggi dan tak realistis.
General Manger Hotel Banjarmasin Internasional (HBI), Eri Sudarisman menyebut, nilai pajak saat ini sudah tak realistis.
Sebab, tren kunjungan jauh berbeda dibandingkan dibanding dulu. Ketika bisnis batubara lagi bagus.
“Sekarang kalau pengunjung dibebani pajak tinggi, apa masih terjangkau. Berbeda saat ekonomi tumbuh pesat seperti zaman dulu,” tuturnya.
Eri berharap pemko lebih bijak. Dengan menurunkan pajak hiburan seperti sebelumnya.
“Dulu, tahun 2016 hanya 10 persen. Lah sekarang ketika penurunan pengunjung malah pajaknya naik mencapai 40 persen. Harus realistis lah,” keluhnya.
Keluhan serupa juga datang dari Direktur Pyramid Suites Hotel dan ArmaniExecutive Club, Arie Soleh Mulia. Sama seperti yang lain, dia berharap persentasenya diturunkan seperti dulu: 10 persen.
Arie coba memberi pandangan. Bahwa pasar hiburan malam saat ini sudah tak seramai dulu. Di mana dengan lesunya sektor tambang, berdampak pada kunjungan.
"Seharunya pada saat sektor tambang masih jaya dulu pajak hiburan dikenakan 30-40 persen. Bukan sebaliknya pada masa sulit seperti sekarang," ucapnya.
Selain soal pajak, ia juga mengeluhkan soal jam tayang yang terlampau sempit. Sementara di sisi lain, pemko berharap besar pajak hiburan.
“Terus terang kami berusaha sekarang sudah sangat sulit,” akunya.
Belum lagi soal operasional yang hanya efektif 10 bulan. Di mana saat Ramadah, THM tak boleh beroperasi. Ini belum termasuk hari-hari besar keagaaman dan pada malam Jumat.
“Pemko hendaknya berpikir secara realistis dan memakai logika,” kata Arie.
Badan Keuangan dan Aset Daerah (Bakeuda) Banjarmasin mengakui hal itu. Mereka mendapat keluhan lantaran tarif pajak yang dianggap tak realistis.