Awalnya, ada tiga alternatif usulan. Pertama, membuat distrik pemerintahan yang terkonsentrasi di Istana, monas, dan sekitarnya. Kedua, memindahkan ibu kota ke wilayah dekat Jakarta. seperti halnya Putrajaya di Malaysia dan calon ibu kota Mesir yang baru di dekat Kairo.
Alternatif ketiga lebih ekstrem, yakni memindahkan ibu kota ke tempat baru.
Dari situ, Presiden menyatakan bahwa pemerintah tidak hanya memindah ibu kota, namun juga bicara pembangunan wilayah Indonesia. dari situlah diputuskan mengambil alternatif ketiga demi mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa.
Kriteria lokasilah yang membuat Kantor Staf Presiden kemarin mengundang empat gubernur untuk menyampaikan paparan. Pemerintah ingin lokasinya strategis secara geografis.
’’Kami melihat wilayah yang ideal adalah di tengah Indonesia,’’ lanjut Bambang. Sehingga bisa memperbaiki rentang kendali jarak dari ibu kota tersebut ke wilayah lain di Indonesia.
Pemerintah juga ingin meminimalisir pembebasan lahan. Sehingga, yang dicari adalah lahan luas yang sudah dikuasai oleh pemerintah pusat, daerah, maupun BUMN. Penguasaan lahan itu akan menurunkan biaya investasi. atas alasan efisiensi pula, ibu kota baru harus dekat dengan kota existing dan fungsional secara ekonomi.
Bila perlu, tidak usah sampai membangun bandara atau pelabuhan baru. Lokasinya juga tidak boleh terlalu jauh dengan pantai mengingat Indonesia negara maritim. Ibu kota baru juga harus terjaga dari potensi konflik sosial.
’’Artinya masyarakat setempat memiliki budaya terbuka kepada pendatang sehingga bisa menciptakan kehidupan yang harmonis,’’ lanjutnya.
Ibu kota baru juga harus berupa daerah yang aman dari potensi bencana. Khususnya gempa, tsunami, banjir, erosi, longsor, kebakaran hutan dan lahan gambut. Air juga harus tersedia cukup untuk kelanjutan pengembangan kota. Selain itu, ibu kota baru tidak boleh berada dekat perbatasan dengan negara tetangga.
Mengenai pembiayaan, pihaknya mengajukan dua opsi. Pertama, kota berpenduduk sampai 1,5 juta. Butuh lahan 40 ribu hektare untuk membangunnya dengan biaya Rp 466 triliun. Opsi lainnya, kota berpenduduk sampai 870 ribu. Kota itu butuh lahan 30 ribu hektare dengan biaya 232 triliun. ’’APBN hanya difokuskan pada infrastruktur utama dan beberapa kantor,’’ tambahnya.
Yang jelas, pemerintah ingin mencari lokasi yang paling ideal. Baik dari ketersediaan sumber daya, seperti air. Kemudian, bebas bencana dan meminimalkan biaya pembangunan infrastruktur. Wilayahnya berupa kota baru, namun jangan sampai terlalu jauh dari kota yang ada. Sehingga, jangan sampai nominasi empat provinsi tersebut menjadi persaingan antardaerah. (ris/byu/wan/ay/ema)