"Kita ada dua skenario pemindahannya. Untuk besaran anggaran tadi itu hanya kisaran, tentu nanti ada revisi sesuai perkembangan. Namun yang jelas kita di pusat telah mengatur mekanismenya secara menyeluruh termasuk skenarionya," katanya.
Secara historis, wacana pemindahan ibukota negara ke Pulau Kalimanan kata Rudy telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Kajian Bappenas katanya merupakan muara dari wacana tersebut yang dimulai dari tahun 2017 silam.
Dipaparkannya, faktor pertama ada sekitar 56 persen penduduk berada di pulau Jawa. Sisanya merupakan masyarakat di luar Jawa. Setiap provinsi di luar Jawa relatif berada di bawah 10 persen. “Hanya Sumatera yang berada di atas 10 persen."
Kedua, soal pertumbuhan ekonomi di luar pulau Jawa. Mengingat, populasi pelaku usaha di sana sudah sekitar 60 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi di 2018 hampir 5,7 persen.
“Sehingga tak terjadi keseimbangan. Terlebih, Presiden Jokowi tak ingin adanya Jawa-sentris,” tegasnya.
Daya dukung dan daya tampung di Pulau Jawa, kata dia, sudah terlampau berat. Bahkan saat ini terjadi kelangkaan air bersih. Tak sedikit, terjadinya kekeringan di sana. “Sebagian besar wilayah Pulau Jawa mengalami krisis air bersih."
Selanjutnya, lahan pertanian di Pulau Jawa relatif kecil. Bahkan, terus berkurang hampir kurang lebih 1 persen per tahun. Sedangkan, di Kalimantan dan Papua masih sangat luas.
Secara jumlah penduduk di Jawa, sangat besar. Bahkan, sepuluh besar penduduk terpadat di Indonesia didominasi Jawa. Yakni, Jakarta sebagai provinsi terpadat di Indonesia dengan jumlah penduduk 10.277.628 jiwa.
Disusul oleh Surabaya, Bekasi, Bandung, Medan, Depok, Tangerang, Semarang, Palembang dan Tangerang Selatan.(rvn/ran/ema)