Barulah sadar, berkonflik itu bukanlah solusi penyelesaian masalah. Apalagi terhadap ancaman tidak kasatmata seperti virus corona. Benarlah apa yang dinasihatkan ulama kharismatik asal Banjarmasin, Guru Zuhdi, bahwa di tengah kondisi saat ini, lebih baik masyarakat berdiam diri di rumah dengan memperbanyak ibadah.
“Sesungguhnya di rumah sambil berzikir membaca istigfar adalah salah satu langkah yang baik dan terbaik menghadapi ini semua,” saran beliau.
"Mari sama-sama mencari solusi bukan saling salah menyalahkan. Mari kita sama-sama saling memperbaiki, bukan dengan mencari siapa yang salah,” ujarnya.
Saya setuju pula dengan langkah Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor yang menyerukan masyarakat untuk tetap tenang dan selalu waspada. Sebab, menurut dia, pemerintah telah mengambil langkah strategis untuk mengatasi penyebaran corona. Sembari meminta masyarakat agar bersatu melawan virus corona.
Indonesia adalah bumi keragaman, tolak konflik dan perpecahan. Saatnya bersatu melawan virus corona. Menjadikannya sebagai musuh bersama akan jauh lebih bijak ketimbang memilihnya sebagai alasan untuk semakin berpecah belah.
Menjadikan momen tersebut sebagai penghapus perbedaan dan menyadari bahwa kita ini adalah satu bangsa, satu bahasa nasional, satu nasib, satu kesadaran.
Membangkitkan spirit Bhinneka Tunggal Ika, melalui jalan berliku yang bernama wabah corona. Tidak mengapa, mungkin inilah cara yang Tuhan pilihkan untuk kita. 'Corona Tunggal Ika', corona yang akhirnya mempersatukan kita.
Kejadian seperti ini, kata KH Quraish Shihab, jangan dianggap sebagai siksa ilahi, tetapi adalah peringatan. Peringatan yang bisa menjadi nikmat.
Di ujung tulisan ini, saya mengimbau kepada pembaca Radar Banjarmasin untuk menurunkan sedikit tensi ego, setop saling mencaci di media sosial, berhenti sebar berita hoax, dan berbuatlah yang terbaik dimulai dari diri sendiri dan lingkungan masing-masing. Percayakan dan ikutlah dalam satu komando dari para pemimpin kita. Semoga musibah ini segera berakhir dan kita mampu menuai banyak hikmah di baliknya. (*/ema)