• Senin, 22 Desember 2025

Kala Pembelajaran Jarak Jauh Sulitkan Siswa Pelosok; Berburu Batangan Sinyal, Bangun Antena Sendiri

Photo Author
- Selasa, 4 Agustus 2020 | 12:27 WIB
PEMBURU SINYAL: Sejumlah anak di Desa Liyu berkumpul di satu titik desa demi sinyal internet. Di masa pandemi pembelajaran jarak jauh menyulitkan siswasiswa di pelosok desa. | FOTO: WAHYUDI/RADAR BANJARMASIN
PEMBURU SINYAL: Sejumlah anak di Desa Liyu berkumpul di satu titik desa demi sinyal internet. Di masa pandemi pembelajaran jarak jauh menyulitkan siswasiswa di pelosok desa. | FOTO: WAHYUDI/RADAR BANJARMASIN

Semasa pandemi Covid-19, pembelajaran jarak jauh mengandalkan sinyal internet. Di perkotaan, sinyal mungkin berlimpah. Tapi di pelosok, para siswa harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan batang-batang sinyal.

-----

Langit di Desa Liyu Kecamatan Halong Kabupaten Balangan, tampak sedikit berbeda dari sebelumnya. Antena-antena pencakar langit tinggi menjulang. Ini rupanya bukan antena untuk televisi, melainkan antena penguat sinyal telekomunikasi.

Sebagian orang tua di desa ini membeli alat penguat sinyal telekomunikasi, demi kenyamanan anak-anaknya yang menjalani pembelajaran daring dari sekolah.

Alat tersebut kemudian di pasang di ujung bambu dengan sekitar enam meter. Tidak banyak juga sinyal yang didapat, hanya hitungan KBPS atau satu-dua batang. Tapi lumayan untuk bisa mengakses tugas yang diberikan sekolah dan browsing.

“Modal yang dikeluarkan sekitar Rp500 ribu, untuk beli antena, tali pancang kabel dan tiangnya,” ujar Megi, orang tua Pela, siswi kelas satu di SMAN 2 Juai.

Pelajar lainnya yang orang tuanya belum bisa beli alat penguat sinyal, pada jam pelajaran berkumpul di bawah bukit. Di sana ada sinyal, namun juga tidak sekuat sinyal daerah perkotaan.

Dia bersama warga dam aparat desa setempat, kata Megi, padahal sudah beberapa kali mengajukan agar dipasang penguat sinyal internet di desanya sejak 2019 lalu, akan tetapi sampai saat ini belum ada respons.

Megi menilai, secara kualitas pembelajaran daring ini sangat jauh dari harapan. Karena kebanyakan anak cuma main internet. Sementara yang belajar adalah orang tuanya. Jadi guru dadakan bagi anak sekaligus juga murid.

“Kami berharap ada solusi yang lebih efektif dibanding belajar daring ini, kita tidak bisa terus-terusan begini, apalagi kalau situasi ini terus berlarut-larut. Harus ada solusi yang lebih baik lagi,” ujarnya.

Salah seorang guru sekolah terpencil mengakui bahwa pembelajaran seperti saat ini sangat tidak efisien. Meskipun ada kebijakan buat tatap muka, namun hanya sebentar, paling lama 30 menit.

“Sebenarnya kami yakin saja aman, apalagi pelajar sekolah terpencil ini kan tidak ada jalan-jalan. Jangankan keluar kota, ke luar dusun saja mereka jarang. Dan kami sebagai guru juga pastinya menjaga kesehatan dan menerapkan protokol kesehatan,” tandasnya.

Menyikapi keluhan susah sinyal di daerah pedalaman, Kabid Infrastruktur E-Goverment Diskominfo Balangan, Abdurrahman mengatakan, pihaknya sudah memprogramkan pemasangan fasilitas internet gratis di beberapa desa. “Saat ini sudah ada lima desa yang kita pasangi fasilitas ini, targetnya ada 11 desa pedalaman yang akan dipasangi, lagi termasuk Desa Liyu,” terangnya.

Terkait keluhan orang tua, murid dan guru mengenai pembelajaran daring yang kurang efektif, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Balangan, Abdul Basid mengakui, pihaknya telah menerima informasi kendala yang dihadapi oleh satuan pendidikan. Di antaranya yakni kesulitan dalam hal memberikan pembelajaran non tatap muka kepada peserta didik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB
X