• Senin, 22 Desember 2025

DIPOCONG, DIBEKAP, LALU DIPELUK: Menguak Tabir Pembunuhan 2 Bocah oleh Ibu Kandungnya di HST

Photo Author
- Sabtu, 28 November 2020 | 12:57 WIB
ADEGAN KELAM: Situasi di dalam rumah Sutarti saat warga masuk ke dalam. Pembunuhan dua anak kandungnya membuat petugas meragukan kondisi kejiwaan ibu muda itu. | FOTO: JAMALUDIN/RADAR BANJARMASIN
ADEGAN KELAM: Situasi di dalam rumah Sutarti saat warga masuk ke dalam. Pembunuhan dua anak kandungnya membuat petugas meragukan kondisi kejiwaan ibu muda itu. | FOTO: JAMALUDIN/RADAR BANJARMASIN

Sutarti adalah warga asli desa Hinas Kiri Kecamatan Batang Alai Timur. Ia dikenal pintar karena sempat mengenyam pendidikan di Akademi Keperawatan (Akper) Murakata Barabai. Namun tidak sampai tamat. Di semester 6 ia memutuskan berhenti dan menikah dengan Ahmad Arifin.

Sutarti memilih berhenti kuliah lantaran tidak punya biaya. Sejak kecil, dia sudah ditinggal mati kedua orang tuanya. Sutarti dan tiga adiknya, dua perempuan satu laki-laki diasuh oleh Mama Rina, salah seorang warga di desa Hinas Kiri dari sekolah dasar hingga tumbuh dewasa.

Setelah berhenti kuliah dan menikah, Sutarti sudah tidak lagi bersama Mama Rina. Ketemu pun jarang, Sutarti tidak berani kembali ke kampung halaman karena takut akan berpaling ke agama lama (kaharingan) yang dianutnya. Sutarti memeluk agama Islam setelah menikah.

Konon, Sutarti takut kembali ke desa Hinas Kiri karena pernikahannya tersebut tidak direstui oleh Mama Rina."Terakhir ketemu dengan Mama Rina saat suami Sutarti meninggal. Itu pun tidak lama mama Rina langsung pulang," kata Haji Ipul. Selama ini hanya adik-adik Sutarti yang sering menjenguk ke rumahnya di Desa Pagat Kecamatan Batu Benawa saat suami masih ada sampai meninggal dunia.

Karena Sutarti tidak bekerja, dalam sebulan setelah suaminya meninggal dia dibantu oleh para tetangga dan keluarga. Sehari-hari Sutarti hanya mencari kayu bakar untuk memasak. Dia tidak menggunakan kompor gas karena takut.

Sebelum kejadian naas itu terjadi. Haji Ipul sempat mendengarkan keluhan Sutarti soal kerepotan mengurus anak-anaknya. Dia bercerita jika Sutarti kesal jika melihat kedua anaknya bertengkar. “Inya pernah beucap kalau kekanakan bekelahi merasa mauk dan muyak menagur,” ceritanya dalam bahasa Banjar.

Kasus ini masih didalami oleh penyidik Polres HST. Kapolres Hulu Sungai Tengah, AKBP Danang Widaryanto mengatakan pihaknya masih menunggu hasil observasi kejiwaan di RS Hasan Basry Kandangan. "Jadi masih dalam penanganan ahli kejiwaan untuk mengetahui kondisi mental si ibunya ini," kata Kapolres.

Dia mengatakan belum bisa menetapkan tersangka kepada Sutarti. "Dugaan itu karena sang ibu ini saat diamankan tidak berbusana kemudian meracau tidak jelas. Dari situ ada kecurigaan bahwa kondisinya tidak stabil. Makanya penyidik membawa S ke ahli kejiwaan di RS Kandangan," tambahnya.

Psikolog Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Sukma Noor Akbar mengatakan, ketidaksiapan sebagai orangtua, terutama secara mental lah yang bisa mengakibatkan seorang ibu tega membunuh anaknya.

"Tapi masih perlu pemeriksaan psikologis yang mendalam, mengenai kondisi ibu untuk mengetahui kenapa dirinya tega membunuh anaknya," katanya.

Berdasarkan kabar yang dihimpunnya, dia menduga S mengalami gangguan psikologis gara-gara ditinggal suaminya yang meninggal dunia."Mungkin dia tertekan dan stres berat, sebab tidak mampu memikul beban ekonomi keluarga serta membesarkan anaknya seorang diri," ujarnya.

Tekanan dan stres sendiri bisa dialami, menurutnya lantaran kuatnya ketergantungan ibu kepada suami. "Di samping karakteristik kepribadian yang cenderung tertutup," beber Koordinator Program Studi Psikologi FK ULM ini.

Dia mengungkapkan, yang perlu diperhatikan dalam kasus ini ialah bagaimana masyarakat harus lebih peduli jika ada tetangga, keluarga atau individu lain memiliki karakteristik pribadi yang berbeda dengan sebelumnya.

"Misal, kehilangan ketertarikan terhadap suatu aktifitas, murung, berat badan menurun drastis, perasaan tidak berharga, insomnia, putus asa, pikiran berulang untuk bunuh diri dan lain sebagainya," ungkapnya.

Dia menambahkan, jika seseorang memiliki karakteristik pribadi seperti yang disebutkannya tersebut, bisa jadi individu itu mengalami gangguan psikologis. Seperti depresi atau psikosis, sehingga butuh bantuan orang terdekat untuk membantu penanganan lebih lanjut oleh ahli. (mal/ris/ran/ema)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB
X