• Senin, 22 Desember 2025

Baru Kulit, Belum Menyentuh Isi

Photo Author
- Rabu, 13 Oktober 2021 | 15:56 WIB
LANGKA: Seorang petugas pameran senjata tradisional memperlihatkan Parang Tabu Darat, Selasa (12/10). | FOTO: WAHYU RAMADHAN / RADAR BANJARMASIN
LANGKA: Seorang petugas pameran senjata tradisional memperlihatkan Parang Tabu Darat, Selasa (12/10). | FOTO: WAHYU RAMADHAN / RADAR BANJARMASIN

Sementara itu, dari kacamata si perajin atau empu, yang banyak dikenal atau populer di tengah masyarakat selama ini masih berkutat pada dua jenis. Parang Bungkul dan Lais.

"Padahal masih banyak lagi. Ambil contoh, salah satunya Parang Tabu Darat," ungkap M Amin.

M Amin bukan orang sembarangan. Ia dikenal sebagai perajin ragam senjata tradisional. Mulai dari berbagai macam keris, badik, tombak hingga parang. Dari kepiawaiannya itu pula, M Amin bahkan dianugerahi gelar kehormatan oleh Kesultanan Banjar.

Lantas, mengapa Tabu Darat tak begitu familiar di tengah masyarakat. Bahkan,  termasuk kategori parang yang langka? M Amin menjelaskan, hal itu dikarenakan bentuknya yang dikira meniru atau terinspirasi dari daerah lain di luar Kalsel. "Padahal, Tabu Darat itu jelas berasal dari Kalsel," ungkapnya.

Kemudian, ada pula aspek lain yang menjadikan Tabu Darat menjadi salah satu senjata yang langka. Yakni, karena sangat jarang orang yang meminta dibuatkan parang tersebut.

"Sepengetahuan saya, bahkan dalam dua tahun hanya ada satu orang yang minta dibuatkan," ungkapnya seraya menambahkan, dulu Tabu Darat adalah senjata yang biasa digunakan untuk berjuang atau berperang.

Hasil penelitian ini nantinya bakal dibukukan. AAI Kalsel diberikan tenggat waktu hingga akhir November 2021 untuk merampungkannya.

Terkait itu, menurut akademisi dari ULM, Hairiyadi, kiprah AAI Kalsel perlu diapresiasi. Bukan berarti tak ada catatan. Ia merasa, para peneliti perlu banyak melakukan pengayaan untuk hasil penelitian nantinya.

"Sebagai contoh, perlu pula memasukkan konsep apakah pedang itu termasuk parang atau kah tidak. Termasuk alat berupa 'Tajak'. Karena ada sebagian orang yang menilai, jenis itu sama," saran dosen di Prodi Pendidikan Sejarah ini.

Ia tak menampik, para peneliti kerap menghadapi kesulitan mencari narasumber. Lantaran, mereka yang paham akan hal itu sudah hampir tak ada lagi.

"Yang sekarang masih ada, hanyalah para perajin atau pandai besi. Di sisi lain, kita juga tidak pernah memiliki catatan terkait filosofi dan lainnya tentang parang. Maka dengan adanya penelitian yang digagas, tentu menambah khazanah keilmuan," tuntasnya. (war)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB
X