Berkali-kali dipantau dan diukur, jalan lingkungan di Simpang Sungai Jelai tak kunjung tersentuh perbaikan.
***
BANJARMASIN - Simpang Sungai Jelai hanya berjarak belasan kilometer dari Balai Kota Banjarmasin. Naik sepeda motor, paling lama setengah jam.
Berada di Kelurahan Basirih Selatan Kecamatan Banjarmasin Selatan, rata-rata jalan lingkungan di sana sudah dicor beton. Tapi tidak dengan RT 27 yang dihuni sekitar 90 keluarga.
Di sana aksesnya masih serabutan. Sebagian titian, sebagian lagi tanah bekas rawa. Bila air sungai pasang, jalan itu pasti terendam.
"Empat hari lagi air kembali pasang," duga Junaidi, warga setempat. "Kalau sudah surut, yang tersisa beceknya. Jalannya jadi lembek," tambahnya.
Junaidi lahir tahun 1972. Sejak kecil ia sudah tinggal di situ.
Ditemui Radar Banjarmasin kemarin (5/11) petang, Junaidi sedang mengangkut bulir padi yang dijemurnya di halaman rumah. Mayoritas warga di sini adalah petani atau buruh bangunan.
Seingat Junaidi, tak pernah ada perbaikan jalan dari pemko untuk Simpang Sungai Jelai.
Bukan berarti tak ada perhatian. Dua jembatan di RT 27 pernah diperbaiki. "Dua tahun yang lalu. Kebetulan saya salah satu yang dipekerjakan," kisahnya.
Senada dengan Mansyah. Pria 62 tahun itu menyebutkan, dahulu jalan lingkungan di situ dibangun secara gotong-royong oleh warga dan TNI.
Bahkan, awalnya jalan itu sempat tembus ke SDN Basirih 10. Tapi seiring waktu, jalan itu kembali terputus. Maka, siswa dan siswi kembali mengayuh jukung (sampan) atau menumpang kelotok kecil untuk bisa mencapai sekolah tersebut.
"Setelah itu, hanya diperbaiki secara swadaya. Misalkan dengan dihamparkan kulit kelapa," jelasnya.