Arbai mengatakan persoalan ini pernah mereka sampaikan pada masa Bupati Batola dijabat Noormiliyani. “Tapi, tidak ada tanggapan juga,” ungkitnya.
Bahkan, Arbai pernah mengalami terpaksa hanya makan pucuk daun ubi saja. “Tak memiliki beras. Apalagi uang," ujarnya. Kepala Dinas Tenaga dan Transmigrasi Kabupaten Batola, Harliani mengungkapkan warga trans yang terdata di Bahandang tersisa 5 kepala keluarga saja. Beberapa kegiatan telah dilakukan jajarannya ke lokasi. Namun, karena keterbatasan anggaran, sehingga belum maksimal. "Kasihan juga mereka di sana. Nanti di anggaran perubahan tahun ini, kami lakukan kegiatan di sana," ujarnya. Sepengetahuannya, mereka bertahan hidup dari hasil kerja serabutan.
Harliani mengakui lahan tersebut memang tidak produktif lantaran kondisi alam. Ia berjanji akan memperhatikan 5 KK yang masih bertahan. Setidaknya memberikan motivasi bagi mereka.
Kabid Ketransmigrasian Disnakertrans Kabupaten Batola, Anny Khairunnisa menambahkan jika ada tiga tahapan penempatan para transmigran ke Bahandang. Pertama pada tahun 2002, ada sebanyak 250 kepala keluarga. Dua tahun kemudian sebanyak 100. Setahun kemudian, sebanyak 150 KK. "Kemarin terakhir kami ke lokasi untuk identifikasi fasilitas umum di sana hanya tersisa sekitar 5 kepala keluarga saja," terangnya. “Mereka bertahan dengan menanam sayuran jangka pendek seperti cabai dan sejenisnya," ungkap Anny, kemarin (25/2).
Status mereka sudah lama dikembalikan di bawah binaan desa. Sedangkan pembinaan dari Disnakertrans sudah selesai sejak tahun 2008 lalu. "Fokus pembinaan kini ada di Pemkab Batola lewat pemerintahan desa. Tapi kami dari Disnakertrans tetap support. Namun tidak bisa lagi optimal seperti masa pembinaan," ucap Anny.
Desa Bahandang masih masuk dalam delineasi Kawasan Transmigrasi Cahaya Baru. Disnakertrans Batola tetap bisa melakukan dukungan. “Seperti mengikutkan warga dalam kegiatan pelatihan yang ada di Disnakertrans Kabupaten Batola," tuntasnya. (*)
Perjalanan Transmigrasi Bahandang Batola
- Penempatan para transmigran ke Bahandang sejak 2002, ada sebanyak 250 kepala keluarga. Tahun 2004, sebanyak 100. Tahun 2005, sebanyak 150 KK.
- Transmigran dari Jawa sekitar 470 KK, sisanya transmigran lokal.
- Masing-masing diberikan lahan 1,5 hektare.
- Lahan tidak bisa digarap karena tanaman rusak terendam air.
- Sejak tahun 2008, satu persatu transmigran meninggalkan lokasi. Kini masih tersisa 5 KK yang memilih tetap bertahan.