• Senin, 22 Desember 2025

Potensi Perdagangan Karbon di Hulu Sungai Tengah, Warga Raih Untung dari Pohon

Photo Author
- Senin, 25 Maret 2024 | 17:20 WIB

Pemkab Hulu Sungai Tengah (HST) melirik peluang perdagangan karbon. Warga akan diajak meraup keuntungan.

 

     ****
Warga yang punya lahan 1-2 hektare di HST, jangan dibiarkan terlantar. Tanami pohon. Itu menghasilkan karbon. Dari situ bisa meraup pundi-pundi uang. Sekda HST, Muhammad Yani punya ide mengajak warga berbisnis karbon ini. “Paling gampang lahan perorangan. Yang punya lahan 1-2 hektare lebih mudah, dan lebih nyaman diawasi,” ujarnya. 

Seberapa yakin rencana ini bukan sekadar wacana semata? Yani menegaskan akan mencobanya. “Targetnya bulan November 2024, sudah launching. Ada 100 warga yang berpartisipasi,” katanya.

Baca Juga: Terkait Rencana Perdagangan Karbon di HST, Warga Minta Studi Banding Dulu Ke Sini

Menurut Yani, secara teknis perdagangan karbon yang melibatkan warga tak perlu modal besar. Pemerintah hanya sebagai fasilitator antara penyedia jasa dengan pemilik lahan. Pendapatan dari kredit karbon langsung ditujukan kepada warga.

“Tanah milik warga sendiri, tidak perlu regulasi macam-macam. Beda kalau itu tanah negara, jadi repot kita,” katanya. Ia juga menegaskan bahwa pemkab tidak mengincar hutan yang dikelola masyarakat adat.

Berdasarkan laporan perdagangan harian Bursa Karbon Indonesia (Indonesia Carbon Exchange) per Jumat (17/11/2023), harga perdagangan unit karbon di pasar reguler sebesar Rp69.900 per ton.

Sekda mengatakan, peluang ini terbuka untuk semua masyarakat di HST. Sebab misi utama dari program ini adalah kehidupan berkelanjutan dan kebermanfaatan.

Pemkab HST ternyata sudah membuka komunikasi dengan salah satu platform digital bernama Block ToGo. Situs skala internasional ini dikelola oleh orang-orang Indonesia. Meski baru sebatas berkomunikasi, sekda menyatakan cukup serius untuk melanjutkan ke tahap kerja sama. Bahkan akan ada pertemuan lanjutan. “Dari platform ini, kita bisa dapat kredit karbon tersebut,” katanya.

Secara sederhana, platform tersebut yang nanti akan menyediakan kuota kredit karbon kepada perusahaan yang melampaui batas emisi (offset emisi). Di dalam negeri, batas emisi di setiap perusahaan bisa diukur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ada yang belum mencapai batas, ada pula melampaui batas.

Bagi perusahaan yang emisinya melampaui batas, harus menambah kuota karbon miliknya. Supaya perusahaannya tetap bisa beroperasi. Caranya dengan membelinya lewat bursa karbon, maupun melalui jasa penyedia platform. Khusus untuk kerja sama dengan penyedia platform, Pemkab HST tinggal menyediakan wilayah atau lahan yang memproduksi gas CO2.

Sekda mengungkapkan syarat menjual kredit karbon lewat platform. “Harus ada jaminan bahwa di lahan itu memang tersedia tanaman pohon. Bisa dipantau setiap saat,” ujarnya.

Itulah kenapa, sekda tidak mengincar perdagangan karbon skala besar. Alasannya, akan banyak regulasi yang berpotensi menghambat. Mengingat pengelolaan hutan lindung merupakan ranah dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.

Lebih realistis, pihaknya mengincar masyarakat yang memiliki lahan. Pemerintah hanya perlu mengajak warga bekerja sama. Sederhananya, warga perorangan atau kelompok punya lahan dengan banyak pohon yang menghasilkan karbon, bisa mendapatkan kredit karbon. “Kita perlu regulasi yang simpel. Kita mulai dari yang kecil-kecil saja,” katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB
X