Dalam adat masyarakat Banjar, setidaknya ada 11 tahapan yang harus dilalui ketika seseorang ingin menikah. Adat ini menandakan bahwa masyarakat Banjar sangat berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Sebab ada 11 prosesi adat yang harus dilewati seorang bujang ketika ingin melepas masa lajangnya.
Adat itu meliputi beberapa kegiatan yang disebut Basasuluh, Badatang, Bapapayuan, Maatar Patalian, Baantaran Jujuran, dan Banikahan itu sendiri. Setelah itu masih ada prosesi yang harus dilalui, yakni Bapingit, Badudus, Mahias Pengantin, Batatai, dan yang terakhir adalah Bajagaan Pengantin.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kalsel, Mursalin mengatakan banyaknya prosesi adat yang harus dilalui seorang pengantin ini menandakan bahwa masyarakat Banjar sangat berhati-hati dalam mempersiapkan pelaksanaan pernikahan, dan hati-hati dalam menjaga perasaan panitia pernikahan.
Kehati-hatian dalam memilih pasangan itu tergambar dari proses Basusuluh. Sebab dalam prosesi ini ada orang yang ditugaskan untuk mengamati calon pasangannya. Seperti melakukan semacam observasi dan pengumpulan data. “Dari kegiatan itu, kita bisa menimbang-nimbang pilihan kita. Cocok, atau tidak,” ucapnya.
Dengan melewati proses ini, jelas Mursalin, menandakan bahwa masyarakat Banjar tidak sembarangan memilih pasangan. “Sekaligus memastikan, apakah calon itu sudah Batali (terikat pernikahan dengan orang lain), atau belum,” jelasnya.
Jika sudah fix dan dirasa cocok, maka calon pengantin pria langsung Badatang ke keluarga mempelai perempuan guna menyampaikan maksud. “Jika diterima lamarannya, lalu Bapapayuan jujuran. Batatawaran, kira-kira berapa mahar pernikahan yang cocok dan disepakati kedua belah pihak,” jelasnya lagi.
Biasanya semua prosesi ini dianggap beres dan dapat diprediksi jika proses Basasuluhnya berjalan aman. Artinya dari proses Basusuluh itu membuat semuanya jelas, dan bisa diprediksi apakah status calonnya itu memang berstatus bujang, sifatnya cocok dengan calon mempelai, keluarganya seperti apa, serta apakah ada potensi ‘mamintai larang’.
“Terpenting adalah ilmu, pengamalan, dan ketaatan agamanya seperti apa. Maklum Urang Banjar ini memang dikenal agamais, sehingga dulu patokannya cenderung melihat agamanya,” paparnya.