Prokal.co - Mustawa masih aktif berbicara bahasa Sasak dengan orang tua atau sesama Suku Sasak di Desa Karang Intan, Kecamatan Kuranji, Tanah Bumbu. Saat ini, ia menjabat sebagai Sekretaris Desa Karang Intan.
Pria berusia 32 tahun itu lahir di Desa Karang Intan. Orang tuanya berasal dari Lombok Timur, NTB. Perpindahan ke Desa Karang Intan terjadi pada 1982.
Di desa ini, mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani karet. Termasuk orang tua Mustawa. “Orang tua saya agak susah kalau bicara bahasa Indonesia. Namanya orang dulu ‘kan,” ujar Mustawa.
Sejak kecil, ia terbiasa berbahasa Sasak dengan sesama orang Sasak. Mereka tinggal di lingkungan yang sama. Dahulu, anak-anak Suku Sasak jarang bergaul dengan suku lain, seperti Jawa dan Banjar, yang juga tinggal di Karang Intan.
Begitu juga sebaliknya. Alhasil, bahasa Sasak masih aktif dituturkan. “Bermain cuma di lingkungan sendiri. Jadi bahasa Indonesia dulu agak susah. Tapi, anak-anak sekarang sudah enggak. Main ke sana-sini saja,” bandingnya.
Setelah menamatkan pendidikan SD, Mustawa melanjutkan pendidikan MTs dan MA di Sumbawa Besar, NTB. Selama enam tahun di sana, ia mulai aktif menggunakan bahasa Indonesia. “Karena gabung dengan orang-orang berbahasa Sumbawa, bukan Sasak. Jadi keseharian pakai bahasa Indonesia,” jelasnya.
Jika dahulu percakapan orang tua dengan anak-anak menggunakan bahasa Sasak, kini situasinya berbeda. Sejak kecil, banyak anak-anak Sasak di Karang Intan diajarkan orang tua untuk terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.
Mustawa menerapkan hal yang sama di keluarganya. Ia memilih bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu di keluarga mereka. Sebab, sang istri berasal dari Jawa Timur, dan tidak mengerti bahasa Sasak.
"Jadi anak-anak saya paling tahu kalau manggil keluarga. Contohnya, paman dari Lombok dipanggil 'tua', sedangkan paman dari Jawa Timur dipanggil 'paman'," ucapnya.
Hal serupa juga terjadi pada kakak Mustawa di Kaltim. Meskipun kakak dan suaminya sama-sama berasal dari Lombok, anak-anak mereka tidak bisa menggunakan bahasa Lombok.
Saat berkunjung ke rumah kakek-neneknya di Karang Intan, mereka berbicara dengan bahasa Indonesia. “Padahal, di Kaltim mereka tinggal di lingkungan masyarakat Lombok juga,” tuturnya.
Sahril Sabirin (24) punya adik lelaki berusia 17 tahun juga terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sejak lahir. Padahal orang tua Sahril juga pendatang dari NTB. Ini berangkat dari pengalaman saat anak-anak masuk sekolah, tapi tidak bisa berbahasa Indonesia dahulu.
Orang tua pun berinisiatif mengajarkan adiknya bahasa Indonesia sejak kecil. “Paham bahasa Sasak (si adik, red) sedikit sekali, dalam penuturan kaku,” ujar aparatur Desa Karang Intan itu.
Hingga saat ini, Sahril masih aktif menggunakan bahasa Sasak. Bahkan, saat bercakap-cakap dengan Mustawa di kantor desa. Baginya, bahasa Sasak adalah identitas yang harus dilestarikan agar tidak hilang.
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Sumber: Radar Banjarmasin