Perubahan iklim adalah kenyataan. Bukan lagi tema film sains fiksi.
****
MEMPERINGATI Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia, Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Kalimantan Selatan menggelar dialog bertema perubahan iklim. Dialog berlangsung di aula Asrama Putra Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari, Banjarmasin Timur, Senin (7/11).
Peserta dialog adalah mahasiswa UIN Antasari dan Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Diskusi itu menyoroti peran generasi muda dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Dampak dari perubahan iklim sudah begitu terasa. Dari panas ekstrem, bencana alam yang kian jamak, hingga kenaikan permukaan air laut.
BPPW menyebut wilayah Kalsel menjadi salah satu daerah paling terancam dengan kenaikan permukaan air laut pada 2050. “Karena posisi kita berada di dataran rendah, banjir besar seperti yang terjadi pada 2021 akan lebih sering terjadi,” kata Staf Seksi Pelaksana BPPW Kalsel, Ray Dhanitra Ahmad.
Ketika air laut naik, kondisinya akan semakin parah saat Sungai Barito mencapai pasang tertingginya. "Dampaknya bisa merambah sampai wilayah pesisir hulu," ujar Ray.
"Kita bisa melihat Demak sebagai contoh, di mana kawasan tambak yang dulu memisahkan daratan dengan laut kini telah terkikis air laut," imbuhnya. Maka adaptasi terhadap perubahan iklim sangat diperlukan, terutama melalui pembangunan infrastruktur yang lebih ramah lingkungan. "Perlu ada solusi pembangunan yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga tahan terhadap perubahan iklim," kata Ray.
Salah satu solusi yang ditawarkan Kementerian PUPR adalah penerapan konsep green building atau gedung hijau yang mulai diimplementasikan di beberapa bangunan di Kalsel.
"Green building adalah bangunan yang dirancang untuk meminimalisir emisi gas rumah kaca sejak perencanaan, pembangunan, hingga operasionalnya," jelasnya. Ray juga menekankan pentingnya aksi kolektif masyarakat untuk mengurangi dampak perubahan iklim. "Setiap individu memiliki peran penting," katanya.
Ray juga menyebutkan langkah-langkah konkret yang bisa diambil oleh generasi muda untuk berkontribusi dalam aksi iklim. Salah satu langkah utama adalah mengurangi polusi sampah.
"Pemuda bisa mulai dari hal sederhana, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai," ujarnya. Ray juga mengajak para pemuda untuk mulai beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.
"Dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, kita dapat mengurangi emisi karbon. Pemerintah telah menyediakan fasilitas transportasi umum yang bisa kita manfaatkan untuk mendukung mobilitas ramah lingkungan," harapnya.
Akademisi Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat, Irwan Yudha Hadinata menyatakan dari segi postur demografi Indonesia, generasi muda merupakan aktor utama pembangunan.
Namun, mereka juga berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan di sektor masing-masing.
"Selain perlunya aksi iklim, generasi muda juga diharapkan menggunakan platform media sosial untuk berkampanye," katanya. Satu sisi, kata dia, pemerintah juga perlu memperkuat payung hukum yang berhubungan dengan aksi mitigasi iklim.
"Terlebih dalam konteks kota Metropolitan Banjar Bakula (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, dan Tanah Laut). Sangat penting untuk memperkuat regulasi lingkungan. Karena jika tidak, pasti akan berpotensi menimbulkan masalah besar," paparnya.
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Sumber: Radar Banjarmasin