PROKAL.CO, Praktik mafia tanah di Kalimantan Selatan terus menjadi sorotan. Berdasarkan data dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel, ada lima laporan dugaan mafia tanah yang sedang dalam proses penanganan. Namun, lokasi spesifik dari kasus-kasus tersebut belum diungkap.
"Tahun ini, ada lima laporan dugaan mafia tanah yang sedang kami tangani," ungkap Kepala Seksi Penerangan Umum Kejati Kalsel, Yuni Priono.
Baca Juga: Pj Gubernur Kukuhkan Dewan TIK Kaltim, Dorong Transformasi Digital Menuju Smart Province
Langkah Kejati dalam Pemberantasan Mafia Tanah
Sejak membentuk tim khusus pada 2021, Kejati Kalsel aktif memberantas mafia tanah. Bahkan, masyarakat dapat melaporkan kasus melalui hotline 0821-3733-3933. Layanan ini terbuka untuk semua wilayah hukum Kalsel.
Kasus Mafia Tanah: Protes dan Aksi di Banjarmasin
Salah satu kasus mencuat ketika Sojuangon Hutauruk, bersama massa, mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin dan Komisi Yudisial. Ia mengklaim menjadi korban mafia tanah yang melibatkan notaris AS (61) dan HA (52).
Sojuangon mendesak bukti pendukung yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam putusan kasusnya. "Saya hanya meminta bukti data pendukung hakim, karena diduga bukti tersebut tidak ada," tegasnya.
Kasus ini juga mendapat perhatian Komisi Yudisial (KY) Kalimantan Selatan. Koordinator KY, Syaban Husin Mubarak, menegaskan laporan telah diterima dan dalam proses analisis untuk dilanjutkan ke pusat.
Baca Juga: Jumlah Penumpang Internasional di Kaltim Naik 21% Sepanjang 2024, Berikut Datanya
Mekanisme Praktik Mafia Tanah
Kasus-kasus seperti ini kerap melibatkan kolaborasi antara pemilik lahan dengan oknum di berbagai level, mulai dari RT hingga pejabat pertanahan.
Menurut Ketua DKD Peradi Banjarmasin, M Sabri Noor Herman, praktik ini meliputi pemalsuan dokumen, penggelapan, hingga tindak pidana korupsi.
Sabri menekankan, mafia tanah dapat dijerat dengan pasal 372 KUHP untuk penggelapan dan pasal 263 KUHP untuk pemalsuan.
Jika melibatkan kerugian negara, pelaku juga bisa dikenakan pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, yang mengatur hukuman minimal 4 tahun penjara.
Dugaan Korupsi dalam Sengketa Lahan
Kasus di Hulu Sungai Tengah (HST) menjadi contoh lain. Salah satunya melibatkan tanah seluas 1.650 meter persegi di Desa Murung A, Kecamatan Batu Benawa, yang digugat lima warga pada 2020.