Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden, Prabowo Subianto tak hanya mendorong siswa mendapat asupan bergizi. Namun, di balik itu idealnya ada pergerakan ekonomi masyarakat lokal yang terdampak positif.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa partisipasi pemerintah daerah dalam program MBG tak hanya bertujuan meningkatkan kesehatan anak-anak, tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Kontribusi daerah terhadap program ini diproyeksikan mencapai Rp2,3 hingga Rp2,5 triliun pada tahun 2025. Pemerintah daerah juga diberi kebebasan menentukan tingkat partisipasi sesuai dengan kapasitas fiskal masing-masing.
Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP ULM, Arif Rahman Hakim menegaskan MBG dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal jika bahan makanan dipasok oleh petani dan peternak lokal.
Baca Juga: Program Makan Bergizi Gratis, Bisa Menjebol Anggaran Daerah
Termasuk UMKM lokal yang dilibatkan langsung untuk memasaknya. Jika rantai distribusi pasokan makanan tersebut berjalan, maka perekonomian masyarakat lokal akan berdampak bagus. “Ini yang harus diperhatikan. Tak hanya makanan bergizinya, tapi ada dampak positif ekonomi lokal. Khususnya keterlibatan para petani dan peternak dalam memasok kebutuhannya, hingga yang memasaknya,” tekan Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP ULM, Arif Rahman Hakim.
Situasinya akan berbeda jika bahan makanannya dipasok dari luar pulau, atau bahkan luar negeri. Contoh menggunakan beras dari Thailand yang harganya lebih murah. Tentu petani lokal hanya akan gigit jari.
Apalagi hingga sekarang, masih belum jelas siapa yang akan memasak maupun menyalurkannya ke sekolah-sekolah. Jika saja yang menyediakan makanannya harus ikut lelang terbuka, maka pedagang-pedagang masakan lokal akan berpotensi kalah bersaing dengan pemodal besar yang tentu saja sangat mengincar “mega proyek” ini.
Tentu menarik nantinya disimak seperti apa juknis yang dikeluarkan untuk pengadaan makan bergizi gratis ini. Apakah hanya akan menguntungkan “pihak-pihak” tertentu?
Sekretaris Daerah Tanah Bumbu, Ambo Sakka meminta agar UMKM dan BUMDes dilibatkan dalam penyediaan MBG. Supaya manfaat program ini dapat dirasakan lebih luas oleh masyarakat. Selain memberdayakan ekonomi lokal, keterlibatan mereka juga akan mempermudah distribusi makanan bergizi ke penerima manfaat.
“Harapan kami UMKM dan BUMDes itu diberdayakan,” kata Ambo. Arif juga menyebut persoalan lain perihal pemberian gizi yang problemnya tak sama antar daerah, termasuk antar siswa. Arif mencontoh, di Kalsel yang memiliki persoalan gigi berlubang. Tentu saja pemberian gizinya tak sama dengan di daerah lain seperti Pulau Jawa.
“Tak bisa pukul rata dalam meningkatkan gizi para siswa. Di tiap daerah kabupaten/kota pun pasti berbeda problem gizinya,” sebutnya.
Dalam penentuan gizi yang diberikan kepada siswa, kondisi di sekolah semestinya ada perbedaan. Contohnya perlakuan terhadap siswa di jurusan sains, berbeda dengan jurusan yang menunjang kreativitas di jurusan IPS. Contoh lain seperti sekolah yang ada jurusan olahraga. Tentu saja gizi yang diberikan tak sama dengan siswa lain.
“Ini juga berbeda dalam pemberian gizinya. Bukan sekadar pemenuhan dapat makan dengan sayur. Tak sesederhana itu,” tekannya. Seperti diketahui, dalam menunjang program MBG ini, Pemprov Kalsel mengalokasikan dana sebanyak Rp300 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 dengan postur pendapatan daerah ditargetkan sebesar Rp10,4 triliun, sementara belanja daerah mencapai Rp11,5 triliun.(*)