BANJARMASIN —Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Kalimantan (Uniska) menyoroti kondisi memprihatinkan sejumlah sekolah di Kota Banjarmasin. Melalui kajian yang dikerjakan selama dua bulan terakhir, BEM Uniska MAB menemukan lima sekolah dasar dalam kondisi memprihatinkan. Kajian ini mencakup aspek aksesibilitas, sarana prasarana, hingga kesiapan dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif.
Salah satu temuan adalah SDN Melayu 5. Sekolah di Gang Sempati, Jalan Veteran, Sungai Bilu, ini belum pulih sejak dilanda kebakaran pada Juli 2024. Bangunan utama sekolah yang meliputi ruang kelas, ruang guru, perpustakaan, dan unit kesehatan sekolah (UKS), hancur akibat musibah tersebut.
Kepada mahasiswa, guru dan siswa mengungkap proses belajar terganggu. Beberapa kelas harus digabung hingga jam belajar dikurangi. Kerusakan atap membuat ruang guru dan perpustakaan bocor saat hujan turun.
Kehilangan perpustakaan menjadi pukulan berat karena siswa kehilangan akses terhadap buku dan pembelajaran berbasis literasi yang menjadi bagian penting dari Kurikulum Merdeka.
Kedua, SDN Teluk Dalam 3 di Kompleks Mulawarman, Jalan Batu Tiban. Sekolah ini menghadapi kerusakan serius pada atap bangunan dan lab komputer yang tidak dapat digunakan akibat kebakaran. Saat hujan, air merembes ke ruang kelas dan guru. Meja dan kursi belajar juga rusak. Salah seorang guru menuturkan kondisi ini membuat siswa sulit fokus. "Fasilitas yang memadai adalah hak dasar siswa untuk mendapatkan pendidikan berkualitas," katanya.
Ketiga adalah SDN Mawar 7. Kendati dikenal sebagai sekolah unggulan, faktanya sekolah di Jalan Cempaka IX ini masih terkendala dalam penerapan pendidikan inklusif.
Tangga sekolah yang tidak dilengkapi jalur landai menjadi contoh ketidaksesuaian fasilitas bagi siswa disabilitas. Kajian ini kemudian membandingkan dengan SD Islam Terpadu Buah Hati yang sudah ramah aksesibilitas.
"Padahal pendidikan inklusif membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai untuk semua siswa," ujar Menteri Analisis dan Kajian Strategis BEM Uniska, Masruni, Jumat (13/6).
Keempat, akses jalan menuju SDN Sungai Jingah 5 di Sungai Andai. Jalan sempit yang kerap tergenang banjir membuat siswa kesulitan mencapai sekolah. Terakhir, akses jalan menuju SDN Basirih 10 yang berlumpur sepanjang 700 meter. Sekolah ini berada di bantaran Sungai Jelai.
Masruni menyatakan, latar belakang kajian ini adalah tanggung jawab moral mahasiswa terhadap permasalahan pendidikan dasar di Banjarmasin. "Beberapa masalah krusial yang kami catat meliputi kondisi bangunan yang tidak layak, minimnya akses aman bagi siswa menuju sekolah, dan belum optimalnya fasilitas untuk anak-anak berkebutuhan khusus," paparnya.
Ditambahkannya, secara regulasi, sekolah tidak boleh menolak siswa berkebutuhan khusus. Namun di lapangan, sekolah menghadapi kenyataan minimnya akses dan fasilitas pendukung.
BEM Uniska berharap kajian ini menjadi masukan konstruktif bagi Pemko Banjarmasin. "Kami terbuka untuk berdialog lebih lanjut dan siap bersinergi dengan pemerintah, sekolah, maupun komunitas agar permasalahan ini mendapat perhatian serius," ujar Masruni.
Presiden Mahasiswa Uniska MAB, Muhammad Anzari turut menyoroti ketimpangan pembangunan di sejumlah wilayah Kota Banjarmasin. "Di balik semarak janji-janji pembangunan, masih ada sudut-sudut kota yang bahkan tidak tersentuh aspal. Sekolah-sekolah berdiri di tengah akses jalan yang sulit, dengan bangunan yang rapuh, atap bocor, hingga ruang kelas yang nyaris ambruk," ungkapnya, kemarin.
Anzari menegaskan temuan ini bukan asumsi semata, melainkan hasil kunjungan dan riset lapangan yang dilakukan sejak 2024. "BEM Uniska sudah mengajukan permohonan audiensi ke pemko. Namun hingga kini, belum ada respons konkret," tambahnya.