Apa itu Australia Affair? Ini adalah kisah tentang beberapa tentara Australia yang meskipun bagian dari sekutu, justru bersimpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia di Kalimantan Selatan.
Keberadaan tentara koalisi ABDACOM (American-British-Dutch-Australian Command) saat itu merupakan komando tinggi angkatan Sekutu di Asia Tenggara selama Perang Pasifik dalam Perang Dunia II, khususnya pada awal 1942.
Namun, cerita menarik justru muncul pada era Revolusi Fisik tahun 1945-1950. Pada 17 September 1945, satuan tentara Australia dari Batalyon Infantri 2/31, yang dipimpin oleh Murray Robson, tiba di Banjarmasin.
Baca Juga: Tahulah Pian, Ini Dia Mantra Pirunduk, Termasuk Ilmu Hitam, Penggunanya Bisa Menjadi Hantu Ini
"Mereka datang bersama 160 orang NICA-Belanda di bawah komando Van Assenderp, yang bertujuan menyusun kembali kekuatan Belanda di daerah ini," kata sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mansyur, Ahad (15/6). Namun, lanjut Mansyur, di balik kedatangan tersebut, dua tentara Australia, Charles Foster dan Victor Little dari Kompi X, justru bersimpati terhadap perjuangan rakyat Banua.
Charles Foster dan Victor Little, yang mengaku anggota Partai Komunis Australia, diam-diam memberikan lima lembar pamflet yang mereka bawa. Pamflet-pamflet itu berasal dari politisi Indonesia di Australia yang beralamat di Metropole Hotel Melbourne.
Baca Juga: Tahulah Pian, Asal Nama Lampihong Ternyata Dari Benda Buatan Cina Ini
Isi pamflet menyerukan bahwa Indonesia telah merdeka dan mengajak seluruh lapisan masyarakat — pegawai, polisi, buruh, dan rakyat — untuk bersatu dan menolak kedatangan NICA. Pamflet tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh M Afiat dan dicetak menggunakan huruf Arab dan Latin.
Sebanyak 400 lembar pamflet kemudian diperbanyak dan disebarkan di seluruh Kalimantan Selatan. Pada 1 Oktober 1945, penyebaran pamflet dimulai di Banjarmasin oleh Hadhariyah M., F. Mohani, Hamli Tjarang, dan Abdurrahman Noor.
Di Rantau dan Kandangan, penyebaran dipelopori oleh H.M. Rusli dan Hasnan Basuki, sedangkan di Barabai dilakukan oleh H. Baderun.
Penyebaran juga dilakukan oleh tentara Australia di daerah seperti Pelaihari, Martapura, Marabahan, dan Puruk Cahu. Di Amuntai, pamflet disebarkan melalui sopir dan pedagang yang kembali dari Banjarmasin.
Penyebaran pamflet tidak berhenti di situ. Aksi ini juga diiringi rapat-rapat dan pencoretan rumah-rumah Belanda serta kantor pemerintah dengan tulisan “Milik Republik.” Pengaruh pamflet ini begitu besar karena menyadarkan rakyat bahwa Indonesia telah merdeka dan, dengan demikian, keberadaan Belanda dan NICA harus ditolak.
Namun, perjuangan ini tidak tanpa risiko. Beberapa anggota Persatuan Rakyat Indonesia (PRI) yang terlibat dalam penyebaran pamflet ditangkap oleh NICA, termasuk Hadhariyah M.
Mereka akhirnya dibebaskan setelah Pengurus Besar Persatuan Rakyat Indonesia (PBPRI) melakukan aksi protes.