• Senin, 22 Desember 2025

Kembangkan Jagung Hibrida, Mampu Dongkrak Produksi Jagung Kalteng

Photo Author
- Sabtu, 13 Juli 2019 | 15:49 WIB

Tanaman jagung hibrida tengah populer di Kabupaten Barito Utara. Para petaninya meraih penghasilan besar dari hasil pertanian itu.

HENY, Sampit

Pelaksanaan Pekan Daerah Kontak Tani Nelayan Andalan (Peda KTNA) Provinsi Kalteng yang ke-XII di Desa Eka Bahurui, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur, akan berakhir hari ini, Sabtu (13/7). Ajang pertemuan unjuk bakat serta pameran oleh para petani dan nelayan seluruh daerah se-Kalteng itu terasa meriah.

Di tengah ingar bingar pelaksanaan acara itu, lelaki perantauan asal Boyolali yang sejak tahun 1993 bertahan hidup menjadi petani di Desa Rimba Sari, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, menyita perhatian Radar Sampit.

Sutarno, begitu dia disapa. Ketua Panitia KTNA Barut yang telah bergelut menjadi petani kurang lebih 26 tahun lamanya itu sukses membina sekitar 180 petani.

Sebagai pembina, dia menginginkan agar petani bisa sukses bersama-sama dan mampu menghidupi keluarga. Hal itu dilakukannya dengan memberikan modal kepada petani yang dihimpunnya untuk keperluan modal pupuk, alat transportasi, bahan bakar minyak, serta obat-obatan herbisida.

Kota Muara Teweh yang terkenal dengan jagung hibrida membawa angin segar bagi para petani. Petani yang dibinanya sebagian besar menanam jagung hibrida. Dari luasan 8.300 Km2 di Barito Utara, 18 ribu hektare di antaranya digunakan untuk lahan pertanian dan perkebunan.

”Luas pertanian dan perkebunan di Barut ini ada sekitar 18 ribu hektare. Minimal petani punya tiga hektare yang digarapnya,” ujar Sutarno.

Sutarno lalu menceritakan pengalamannya jadi petani. Sejak menginjak tanah Kalimantan pada 1993, dia sudah memulai menjadi petani kedelai sampai 2002. Namun, karena permintaan pasar menurun, sejak 2002-2008 dia beralih menjadi petani sayuran organik, seperti sawi, kangkung, selada, bayam, dan jenis sayur lainnya.

Tahun 2008, dia beralih menjadi petani karet dan mencoba peruntungan menjadi petani kelapa sawit. Namun, selama 2,5 tahun belakangan ini, dia akhirnya memilih jagung hibrida sebagai hasil tani andalannya.

”Saya sudah bergonta-ganti jenis tanaman hingga akhirnya memilih menjadi petani jagung hibrida, tetapi karet dan sawit masih jalan juga. Untuk yang perputaran uangnya cepat dan menanamnya tidak rewel tetap jagung hibrida,” katanya.

Menurutnya, tanaman jagung hibrida tak mengenal musim. Masa panennya 4,5 bulan atau 100-135 hari.

”Untuk menjaga kualitas hasil panen jagung baik, diperlukan 100-135 hari, baru bisa panen. Tetapi tiap hari ada saja yang panen karena menuai bibitnya tidak bersamaan,” ujarnya yang memiliki 16 hektare lahan jagung ini.

Sutarno menuturkan, hasil panen jagung hibrida rata-rata per harinya mencapai 30 ton untuk seluruh petani yang dihimpunnya. Harga jual per kilogram jagung pipilan seharga Rp 4.200 sesuai kadar air dalam jagung.

”Harga itu bisa berubah-ubah tergantung kadar airnya. Kalau kadar airnya bagus sesuai permintaan pasar, yakni dengan kadar air 17 persen dapat dijual dengan harga Rp 4.200 per kilogram,” ujarnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: sastro-Sastro Radar Sampit

Tags

Rekomendasi

Terkini

X