PALANGKA RAYA – Upaya menurunkan hujan buatan melalui teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Kalimantan Tengah terkendala pekatnya asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Selain itu, minimnya awan comulus juga membuat upaya itu belum bisa maksimal.
”Kami menunggu potensi awan comulus untuk menyemai garam. Pesawat untuk itu didatangkan atas perintah Presiden dalam rapat terbatas dan akan siaga di Palangka Raya dengan batas waktu sampai kabut asap reda," kata Koordinator Lapangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kalimantan Tengah Fikri Nur Muhammad.
Fikri menuturkan, pesawat itu telah beroperasi sejak datang ke Kalteng Selasa (17/9) lalu, termasuk di wilayah Sampit. Namun, penyemaian garam pemancing hujan terkendala terhalang asap tebal.
”Hari ini (kemarin, Red) potensi awan comulus berada di wilayah utara Kalteng sekitar Kabupaten Murung Raya dan Muara Teweh. Kami masih menunggu potensi tersebut apakah bisa disemai atau tidak,” ujarnya.
Menurut Fikri, pesawat itu maksimal bisa mengangkut 2,4 ton garam dengan penerbangan selama empat jam. Durasi penyemaian biasanya selama sekitar dua jam.
”Jumlah bahan semai yang datang sebanyak tiga ton. Kemarin (Selasa, Red) digunakan untuk menyemai sebanyak 1,5 ton. Pada Rabu juga akan masuk 10 ton (garam) untuk disemai," katanya.
Sementara itu, Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalteng Mofit Saptono mengatakan, upaya menurunkan hujan buata terus dilakukan dengan melihat potensi munculnya awan comulus.
”Mohon doanya. Penyebaran dilakukan pada ketinggian 4.000-7.000 kaki,” ujarnya. Mofit berharap awan comulus yang muncul sekitar 75 persen. Apabila di bawah itu, upaya hujan buatan tak bisa dilakukan.
TMC merupakan upaya memengaruhi proses hujan melalui penyemaian di awan comulus. Bahan untuk memengaruhi proses itu terdiri dari dua jenis, yaitu bahan untuk membentuk es, dikenal dengan glasiogenik, berupa Perak Iodida (AgI). Lalu, bahan untuk menggabungkan butir air di awan yang dikenal dengan higroskopis. Berupa garam dapur atau Natrium Chlorida (NaCl) atau CaCl2 dan Urea.
Prosesnya, memberi zat higroskopis sebagai inti kondensasi. Zat-zat tersebut ditaburkan ke udara. Proses pemodifikasian awan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, terutama NaCl (garam dapur).
Cara itu tak bisa terus dilakukan sembarangan karena biayanya terlalu mahal. Hujan buatan hanya bisa ditempuh apabila keadaan demikian kritis. Usaha itu tak sepenuhnya berhasil, tergantung situasi.
Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin mengatakan, kabut asap pekat masih melanda Kota Palangka Raya dengan indeks standar pencemaran udara (ISPU) masih kategori berbahaya. Pemkot kembali memperpanjang libur sekolah dari tanggal 19-21 September.
”Kami ambil langkah itu mengingat situasi belum memungkinkan. ISPU masih di kategori berbahaya. Namun, jika kualitas udara atau kabut asap tak lagi parah, maka proses belajar mengajar akan seperti biasa,” ujarnya.
Terpisah, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) Stasiun Haji Asan Sampit memprediksi kemarau di Kotim akan terjadi pada akhir Oktober mendatang. BMKG telah mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem selama empat hari, mengingat kualitas udara masuk kategori berbahaya.
Kepala BMKG Stasiun Haji Asan Sampit Nur Setiawan mengatakan, pada Rabu (18/9), kualitas udara di Kotim mencapai 232.052 Ug/m3, masuk kategori sangat tidak sehat dengan jarak pandang sekitar 2.500 meter. Untuk itu, saat ini BMKG mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem selama empat hati, dari tangga 17-20 September. Setelahnya akan dilakukan evaluasi. Apabila masih berbahaya, akan diperpanjang.