• Senin, 22 Desember 2025

Gegara Hoaks Nyaris Jadi Tragedi, Selesai berkat Komunikasi

Photo Author
- Rabu, 30 Oktober 2019 | 00:36 WIB

”Mari saling menjaga ketertiban bermasyarakat demi Kotawaringin Timur yang lebih baik. Saya juga berharap kepada tokoh-tokoh masyarakat agar menyosialisasikan kepada warganya betapa pentingnya menjaga ketertiban masyarakat,” ujarnya.

Tokoh adat di Kotim Untung TR menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut pada aparat. Dia meminta masyarakat tak terprovokasi dengan kabar palsu yang beredar.

Akhmad Safari menambahkan, kasus kriminal itu jangan sampai memprovokasi orang - orang yang tidak tahu permasalahan sebenarnya. ”Kalau terprovokasi akan mengakibatkan konflik. Hal itu harus dihindari,” tegasnya.

Dari Palangka Raya, Kapolda Kalteng Irjen Pol Ilham Salahudin memastikan insiden pengeroyokan itu merupakan kriminal murni. Kepolisian sudah mengamankan sembilan terduga pelaku.

Ilham menegaskan peristiwa itu akan diusut. Dia telah menginstruksikan Dirintelkam bersama Kapolres Kotim, berkoordinasi dengan Danrem menindaklanjuti hal tersebut.

”Itu kriminal murni. Saya sebagai Kapolda menjamin penegakan hukum terhadap para pelaku. Jadi, tidak perlu ada gerakan atau upaya balasan dari pihak mana pun. Percayakan kepada Polri,” kata Ilham.

Kesigapan para tokoh itu berhasil meredam situasi. Hasil musyawarah itu senjata ampuh menangkal hoaks yang beredar.

Dalam tradisi masyarakat adat Dayak, musyawarah merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Setiap ada masalah, warga Dayak melakukan musyawarah untuk penyelesaiannya secara damai.

Musyawarah perdamaian terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah perjalanan suku Dayak adalah perjanjian damai Tumbang Anoi ratusan tahun silam. Musyawarah besar itu dilaksanakan di Desa Tumbang Anoi, Daerah Aliran Sungai Kapuas, 22 Mei-24 Juli 1894.

Mengutip artikel yang ditulis Nindita Nareswari dan Paulus Alfons Y.D dalam jurnaltoddoppuli.wordpress.com, perjanjian itu dihadiri pejabat pemerintah Hindia Belanda dan tokoh pribumi dari sekitar 400 suku di Kalimantan.

Rapat besar itu menghasilkan sejumlah kesepakatan, di antaranya penghentian peperangan antara pasukan Barandar (Dayak) dengan Belanda tanpa saling menuntut kerugian. Kemudian, pengakuan kewenangan pemerintah Hindia Belanda untuk membangun dan memajukan daerah Dayak, diimbangi dengan pengakuan pemerintah akan kedaulatan dan status lembaga kedamangan.

Selanjutnya, semua pihak menghentikan kegiatan Asang Maasang (orang banyak melawan orang banyak, termasuk antarsuku). Semua pihak sepakat menghentikan kegiatan Bunu Habunu (saling bunuh). Lalu, menghentikan kayau mangayau (memotong kepala musuh sebagai tanda kepahlawanan).

Selain itu, semua pihak menghentikan kebiasaan Jipen Hajipen dan Hajual Hapili Jipen (perbudakan dan jual beli budak), sesuai dengan penetapan Undang-Undang Pemerintah Hindia Belanda tahun 1891.

Disepakati pula penyeragaman garis besar 96 pasal hukum adat yang menjadi pedoman yang dipegang oleh Damang Kepala Adat, di samping hukum barat (pidana dan perdata) yang dijalankan pemerintah Hindia Belanda.

Kemudian, segala bentuk perkara maupun silang sengketa yang belum selesai, baik atas nama perorangan atau kelompok, diberi kesempatan luas untuk diajukan dalam rapat untuk diadili dan didamaikan sampai tuntas.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: sampitadm-Radar Sampit

Tags

Rekomendasi

Terkini

X