SAMPIT – Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyayangkan sikap Damang yang telah membuat kontrak politik dengan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Suprianti Rambat-Muhammad Arsyad.
Sebagaimana diketahui, dari 17 damang yang ada di Kotim, 13 damang diantaranya diduga turut melakukan penandatanganan kontrak politik di atas materai yang dilaksanakan di Posko Pemenangan Suprianti Rambat-Muhammad Arsyad yang dikenal dengan pasangan SUPER di Jalan Tjilik Riwut baru-baru ini.
Menanggapi tindakan para damang tersebut, Ketua Harian DAD Kotim Untung mengatakan, damang atau kepala adat Dayak bertugas menangani permasalahan adat istiadat dan menjaga kelestarian budaya lokal serta berperan strategis sebagai mitra pemerintah.
“Tugas seorang Damang ibarat seorang hakim yang fungsinya sebagai penegak hukum dan tidak boleh terlibat politik dan dengan tegas dilarang mendukung salah satu paslon yang maju dalam Pilkada 2020,” kata Untung saat ditemui Radar Sampit di ruang kerjanya, Jumat (2/10).
Larangan terlibat politik tersebut, kata Untung, sudah tertuang jelas dalam anggaran dasar dan rumah tangga kelembagaan adat dayak.
“Jadi, mereka ini sudah jelas melanggar anggaran dasar dan rumah tangga serta melanggar hukum adat dayak,” tegasnya.
Untung mengatakan, setiap Damang yang terbukti melakukan pelanggaran pasti akan diberikan sanksi menurut hukum adat sesuai dengan perbuatannya.
“Mereka yang terbukti melanggar pasti diberikan sanksi. Sanksinya tergantung dari seberapa berat kesalahan yang diperbuatnya,” ujarnya.
Untung menyebut pelanggaran tersebut dapat dikenakan Pasal 96 yang tercantum dalam aturan hukum adat Dayak. Dimana dalam Pasal 96 dalam bahasa Dayak disebut “Kasukup Belum Bahadat” yang artinya orang-orang yang memenuhi norma hidup beradat.
“Saya melihat persoalan ini, mereka lebih mengarah pada Pasal 96 dimana mereka termasuk orang yang tidak beradat dan melanggar hukum adat dengan terlibat politik yang dibuktikan dalam penandatangan kontrak politik dukungan kepada paslon SUPER,” ujarnya.
Kelima orang tersebut dapat dikenakan sanksi adat atau dalam bahasa dayak disebut “Singer” sehingga yang melakukan pelanggaran akan diadili oleh majelis atau pemangku adat.
“Sanksinya dapat berupa denda. Misalkan yang bersangkutan terkena katiramu (jumlah sanksi) sebanyak 10 poin maka mereka yang terbukti melakukan pelanggaran harus membayar sekitar Rp 2,5 juta ke korban,” ujarnya.
Korban yang dimaksud merupakan orang-orang yang namanya dicatut dalam daftar penandatangan kontrak politik bersama pasangan SUPER.
“Sanksinya tergantung dari kawan-kawan (korban). Mereka yang memberikan waktu untuk menyelesaikan persoalan secara damai dengan permohonan maaf atau Damang yang melanggar membayar denda kepada korban,” ujarnya.