Harga cabai menjadi salah satu komoditas yang harganya paling sering tak stabil. Mencekiknya harga membuat daya beli masyarakat menurun.
HENY, RADAR SAMPIT
”Harga lombok masih naik terus. Hari ini Rp 90 ribu per kilogram, beli 1 ons Rp 10 ribu,” kata Rosidah, Pedagang Lombok di Pasar Keramat, Selasa (20/2/2024). Harga lombok tak jauh berbeda dengan di Pasar Al Kamal yang dijual kisaran Rp80 ribu per kilogram. ”Pasokan lombok lagi kosong. Dari Banjar belum bisa mengirim. Lombok Jawa juga belum dapat. Ini jual lombok lokal saja dari Kotabesi. Saya jual Rp75 ribu tiga hari lalu, sekarang naik Rp80-85 ribu per kilogram,” ujar Dewi Ayu, pedagang cabai. Kenaikan harga sudah terjadi dua minggu ini, setelah sebelumnya sempat stabil di harga Rp45 ribu per kilogram di Pasar Subuh, Jalan MT Haryono.
”Tomat juga naik, yang hijau merah campur gini saya jual Rp25 ribu per kilogram. Biasanya saya jual Rp10-15 ribu saja per kilogramnya,” ujarnya. Begitu pula dengan harga bawang putih, yang selama ini cukup lama stabil kini naik di harga Rp37-38 ribu per kilogram. ”Harga bawang merah yang mulai turun, sesuai ukuran ada Rp35-37 ribu per kilogram,” ujarnya. Ditanya sebab kenaikan harga cabai, Ayu mengaku tak mengetahui. ”Enggak tahu juga. Apa karena gagal panen. Tahunya dari distributor sudah naik, jadi harga ke pedagang ya menyesuaikan,” ujarnya.
Baca Juga: Politik Uang Marak, Ada Warga di Sampit ‘Ketiban Rezeki’ Jutaan Rupiah
Sementara itu, pedagang bahan kebutuhan pokok di Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit, Nana, mengatakan, kenaikan harga ini dimulai beberapa hari terakhir. Sebelumnya harga cabai rawit di kisaran Rp4 ribu – Rp5 ribu per ons atau Rp50 ribu per kilogram, kini tembus Rp10 ribu per ons atau Rp90 ribu per kilogram. Berdasarkan informasi yang ia terima, kondisi ini disebabkan hujan yang turun terus menerus di daerah sentra produksi cabai sehingga membuat hasil panen berkurang. Kondisi ini otomatis membuat pasokan cabai rawit pun berkurang. Bahkan, salah satu pemasok utama cabai rawit di Sampit, yakni Pulau Jawa, dalam dua hari terakhir tidak mengirimkan pasokan. Sehingga, para pedagang hanya mengandalkan pasokan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
”Pasokan dari Jawa kosong, petani lokal juga kosong. Pasokan yang ada sekarang ini cuma dari Banjarmasin, itu pun berbagi dengan Samarinda yang juga mengambil cabai dari sana. Malah kabarnya, di Samarinda harga cabai sudah di atas Rp100 ribu,” ujarnya, seperti dikutip dari kalteng.antaranews.com. Kondisi itu berdampak terhadap daya beli masyarakat. Banyak konsumen mengeluhkan kenaikan harga cabai yang signifikan, hingga tak sedikit yang batal membeli. Jika biasanya ia bisa menjual setidaknya dua kilogram cabai rawit, sekarang hanya sekitar satu kilogram.
Baca Juga: Harga Beras Medium dan Premium di PPU Sama-Sama Meningkat, Rerata Naik Rp 1.000 Per Kilogram
”Karena mahal pembeli pada kabur, tapi mau bagaimana lagi kami menerima dari pemasok juga sudah mahal. Untuk mengakalinya, saya mengurangi mengambil barang ke pemasok, apalagi cabai ini cepat busuk dan tidak bisa disimpan lama,” katanya. Pedagang lainnya, Yani, menambahkan, selain cabai beberapa komoditas juga mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dampak dari musim hujan yang mengganggu hasil panen.
Contohnya, daun bawang yang sebelumnya dijual dengan harga Rp6 ribu – Rp7 ribu per ons, kini menjadi Rp12 ribu per ons. Daun prei dari Rp30 ribu per ikat menjadi Rp45 ribu per ikat, lalu tomat dari kisaran Rp8 ribu – Rp10 ribu per kilogram menjadi Rp25 ribu – Rp30 ribu per kilogram. ”Rata-rata tanaman yang tidak tahan dengan musim hujan bakal naik harganya. Melihat cuaca sekarang ini perkiraan harga masih bakal naik, apalagi dekat bulan Ramadan,” ucapnya.
Menyikapi kenaikan harga cabai dan sejumlah komoditas ini, seorang ibu rumah tangga bernama Halimah mengaku sudah biasa. Kendati demikian, kondisi ini memang berdampak pada biaya rumah tangganya. ”Kalau harga-harga pada naik begini otomatis biaya pengeluaran bertambah. Sebenarnya kondisi seperti ini sudah biasa, tinggal bagaimana mengaturnya supaya cukup,” kata Halimah. (hgn/ant/ign)