PANGKALAN BUN – Eksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotawaringin Barat terhadap Kepala Desa Tempayung Syahchyunie pada Kamis (14/8/2025) lalu, disambut protes warga desa setempat. Bendera setengah tiang dikibarkan sebagai bentuk kekecewaan, karena perjuangan kades agar masyarakat mendapatkan haknya tak dihargai negara.
Eksekusi Kejari mengacu Petikan Putusan Mahkamah Agung Nomor 8193 K/Pid.Sus-LH/2025 juncto Pasal 226 dan Pasal 257 KUHAP serta Petikan Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya. Syahchyunie harus menjalani hukuman enam bulan penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Pangkalan Bun setelah putusan hukum berkekuatan tetap.
Syahchyunie terseret perkara itu setelah adanya laporan dari perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Sungai Rangit terkait aksi pemortalan akses jalan perusahaan oleh warga Desa Tempayung.
Kepala Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat Johny A Zebua mengatakan, eksekusi dipimpin Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Budi Murwanto. ”Yang bersangkutan diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Pangkalan Bun. Proses eksekusi selesai pukul 12.30 WIB dan berjalan kooperatif," katanya.
Adapun bendera setengah tiang yang dikibarkan warga setempat, selain bentuk protes, juga jadi solidaritas terhadap pimpinan mereka yang dianggap memperjuangkan hak masyarakat. Aksi itu langsung dilakukan setelah kabar eksekusi sampai ke warga desa.
Terkait pemortalan jalan oleh warga Tempayung yang jadi pusat perkara tersebut, berawal dari buntut kekecewaan masyarakat terhadap PT Sungai Rangit yang dinilai belum memenuhi kewajiban 20 persen plasma kebun sawit untuk masyarakat.
Tuntutan sudah lama disuarakan, namun belum ada penyelesaian yang memuaskan hingga memicu ketegangan antara warga dan perusahaan. Syahyunie kemudian diamankan Polres Kobar pada September 2024 lalu.
Dia dinilai sebagai dalang di balik pemortalan lahan di PT Sungai Rangit. Pemortalan berawal pada 20 April 2024 lalu, ketika masyarakat menuntut plasma sebesar 20%. Stahyunie bersama warga lalu menutup 25 titik di areal perkebunan. Selanjutnya, pada 23 Mei 2024, pelaku menambah titik pemortalan lahan di lokasi.
PT Sungai Rangit Sampoerna Agro sebelumnya juga telah memberikan klarifikasi melalui Manager Humas Dimas.
Pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Terkait masalah pembangunan kebun masyarakat yang menjadi tanggung jawab perusahaan, sudah direalisasikan pihaknya. Kompensasi lahan disebut telah direalisasikan sebesar 24 persen di Kabupaten Kobar dan Sukamara. Operasional perusahaan dinilai telah sesuai ketentuan perundangan.
Catatan Radar Sampit, protes warga terhadap proses hukum sang kades telah dilakukan sebelumnya dengan menggeruduk Pengadilan Negeri Pangkalan Bun pada 22 Januari lalu. Warga melakukan perlawanan terhadap perusahaan karena hilangnya wilayah adat dan ruang penghidupan masyarakat akibat pemberian konsesi perizinan dari pemerintah kepada korporasi.
Kewajiban perusahaan berupa plasma dinilai tidak diberikan sepenuhnya kepada masyarakat adat Tempayung. Kemudian, tidak berjalannya proses monitoring dan evaluasi perizinan oleh Pemkab Kobar terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya.
Dalam kasus tersebut, Syahyunie dinilai menjadi korban kriminalisasi karena menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai kepala desa.