Selain itu, akibat poligami, anak mulai tidak percaya dengan keluarganya. Baik kepada orangtua dan saudara-saudaranya. Bahkan tak jarang akan menyebabkan terjadi kekerasan pada anak. Di mana dampaknya akan terus berlanjut hingga menginjak usia dewasa. Anak merasa malu dan enggan untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, hal ini memicu munculnya gangguan kepribadian antisosial.
“Anak mengalami penurunan prestasi pada nilai-nilai akademik, tidak berkeinginan sekolah entah karena rasa malu ataupun rasa stres dan depresi yang dihadapinya,” tuturnya.
Hampir sebagian anak yang memiliki ayah berpoligami akan melakukan hal yang sama di pernikahannya kelak (laki-laki) atau melakukan hubungan yang tidak setia dengan pasangan. Yulia menyarankan, ada baiknya jika ingin poligami diperhitungkan keuangan dan kesanggupan untuk berbuat adil. Menurutnya, semua perempuan memiliki tuntutan yang sama ketika sudah berada dalam satu pernikahan dan memiliki anak.
Selain itu, berada di fase yang sama ketika di kehidupan dahulu dengan istri pertama membuat laki-laki lelah. Misalnya harus menggendong bayi kembali, harus mulai dari nol membesarkan anak. “Poligami jika istri masih baik secara fisik dan mental, bukan merupakan solusi yang bijak,” tutupnya. (**)
TIM PELIPUT:
DINA ANGELINA
MUHAMMAD RIZKI
RADEN RORO MIRA
Editor : Ismet Rifani
)