Mereka minta agar dibolehkan masuk karena sidang terakhir bersifat terbuka untuk umum. Kendati sebelumnya petugas telah membolehkan sesuai hasil musyawarah antara PN, kejaksaan dan kepolisian untuk delapan anggota keluarga korban turut menyaksikan jalannya sidang. Ketidakpuasan warga itu kemudian berubah jadi dorong-mendorong pintu pagar antara warga dengan petugas, dan tampak satu pintu terangkat dari tempatnya.
Namun, tak lama suasana kembali kondusif setelah Kapolres PPU Supiyadi datang untuk memenangkan massa yang tegang itu. Tampak pula memantau jalannya sidang Ketua PN Penajam Kelas II Jimmy Rai Ie, dan Kepala Kejaksaan Negeri PPU Faisal Arifuddin. Juru Bicara PN Penajam Kelas II Amjad Fauzan Ahmadushshodiq dalam penjelasannya kepada pers kemarin mengatakan, bahwa keputusan majelis hakim mendasarkan kepada keterangan para pihak. Di antaranya pandangan orangtua terdakwa, dan keluarga korban.
“Kemudian itu semua dijadikan bahan pertimbangan hakim. Majelis hakim telah memutus lebih dari tuntutan 10 tahun dan pembinaan di LPKS 1 tahun, dan majelis hakim memutuskan dua puluh tahun penjara. Itu memang melebihi batas standar undang-undang, yaitu majelis hakim sudah mempertimbangkan segala sesuatunya, termasuk harapan-harapan dari keluarga korban termasuk juga mungkin pandangan dari anak dan orangtua anak,” kata Amjad Fauzan Ahmadushshodiq.
Atas putusan ini, lanjut dia, masing-masing pihak, khususnya jaksa, anak, dan kuasa hukum bisa melakukan upaya hukum menerima atau menolak yang dijadikan banding dalam waktu tujuh hari, termasuk pengajuan grasi. Saat ditanya wartawan mengenai putusan hakim yang 20 tahun itu, Amjad Fauzan mengatakan, bahwa secara normatif diakuinya memang melebihi batas pada UU SPPA. Tetapi, kata dia, bahwa majelis hakim menggali nilai-nilai di luar normatif dan itu disebutnya sebagai kewenangan mutlak hakim. (riz/k8)