• Senin, 22 Desember 2025

Pontianak Ramai Isu Remaja Tawuran dengan Sajam, Begini Tanggapan Psikolog

Photo Author
- Jumat, 22 Maret 2024 | 10:30 WIB
ilustrasi tawuran
ilustrasi tawuran

“Dan cukup memprihatinkan karena mereka terkesan menebar kekhawatiran bagi masyarakat,” ungkapnya.

Menurutnya, berbagai faktor yang dapat menyebabkan remaja berani terlibat dalam tawuran dengan senjata tajam. Salah satunya adalah ketidakstabilan emosi, di mana mereka sulit untuk mengontrol perasaan yang dapat menyebabkan kemarahan yang mudah meledak. “Pengelolaan emosi yang buruk, dimana ketika mereka menanggapi sebuah masalah dengan kekerasan,” ucapnya.

Remaja yang terlibat dalam tawuran dengan senjata tajam juga bisa terjadi karena mereka ingin mendapatkan pengakuan tas keberanian mereka. “Adanya rasa ingin dapat pengakuan bahwa mereka memiliki keberanian yang besar untuk melakukan hal tersebut,” tambahnya.

Selain pengakuan atas keberanian, remaja yang terlibat tawuran juga seringkali sedang dalam proses mencari identitas mereka sendiri. Melakukan tawuran sama halnya dengan melakukan perkelahian, di mana faktor yang buat mereka demikian biasanya ingin menunjukkan dirinya memiliki kekuatan yang besar dan meminta pengakuan dari orang lain atas perlakuannya.

“Tentu jika demikian ada rasa bangga yang muncul apalagi jika menang dalam tawuran,” imbuhnya.

Terkait penerapan jam malam yang baru-baru ini diterapkan oleh Polresta Pontianak, dirinya sangat sepakat. Dengan cara ini, ia berharap kasus-kasus tawuran, ataupun kenakalan remaja lainnya, dapat diminimalisir bahkan tidak ada lagi sama sekali.

“Ini bisa membantu orangtua mengontrol perilaku dan pergaulan anak mereka,” ujarnya.

Pengasuhan yang Permisif

Kurangnya pengawasan atau keterlibatan orang tua dalam kehidupan remaja dapat meningkatkan risiko remaja terlibat dalam perilaku yang membahayakan mereka, termasuk tawuran. Psikolog di UPT Klinik Utama Sungai Bangkong, Patricia Elfira Vinny, M.Psi, Psikolog menilai, remaja yang berani tawuran, apalagi dengan senjata tajam, kemungkinan besar tumbuh dengan jenis pola asuh pembiaran atau bisa juga permisif. 

“Pola asuh permisif atau serba membolehkan, dimana anak anak dengan keberanian seperti ini, sering kali tidak mendapatkan perhatian, dukungan emosional dari orang tua,” ucapnya.

Akibatnya, kata dia, anak tidak bisa mengontrol pikiran dan emosinya dengan baik sehingga mereka berani melakukan tindakan-tindakan yang bahkan bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Sebagai orang tua, tentunya harus melarang anak dengan tegas agar tidak ikut terjerumus dalam kenakalan seperti tawuran. Orang tua perlu memberikan nasihat dan alasan kenapa tidak boleh melakukan tindakan tersebut.

 

“Tanyakan komitmen untuk tidak melakukan hal tersebut, dan berikan juga konsekuensinya agar ada efek jera bagi anak yang melakukan atau melanggar komitmen tersebut,” imbuhnya,

Orang tua menurutnya bisa memberikan hukuman atau konsekuensi sesuai kesepakatan, misalnya disepakati untuk tidak boleh keluar rumah dalam waktu 1 Minggu, atau disepakati membantu membersihkan rumah selama beberapa waktu, dan lain sebagainya.**

 
 
 
 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Pontianak Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X