BALIKPAPAN-Sidang kasus penggelapan alat penyadap dengan terdakwa tiga bintara Polda Kaltim, Briptu AS, Brigpol RS dan Bprika RK kembali bergulir di PN Balikpapan, Senin (25/3/2024) pagi.
Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi vendor pengadaan alat penyadap, yakni Supriyanto, yang merupakan teknisi PT Rohde. Dalam persidangan tersebut, Supriyanto mengaku jika pada 7-11 September 2019 diminta datang ke Balikpapan untuk mengecek kelengkapan sistem penyadap pada Direct Finder (DF) aktif dan pasif. Permintaan pengecekan ini, kata Supriyanto karena alat penyadap tak bisa difungsikan oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Kaltim.
Berdasarkan pemeriksaan, Supriyanto mendapat sejumlah perangkat pada sistem penyadap yang hilang, sehingga sistem tak dapat difungsikan.
"Memang ada beberapa item yang tidak ada di dalam perangkat, misalnya dongle pada sistem pertama. Jadi ada yang tidak berfungsi karena dongle-nya tidak ada," kata dia. Supriyanto menambahkan, sempat meminta kantor untuk mengirim dongle ke Balikpapan sebagai pengganti sementara dongle yang hilang.
Dalam persidangan tersebut juga terungkap bahwa alat pennyadap ini biasanya hanya digunakan untuk keperluan intelijen, seperti oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jika dijual di pasaran, Supriyanto meyakini tidak akan ada yang mau membeli. Terlepas dari harganya yang mahal, pengoperasian alat ini juga tidak mudah. Sebagai teknisi, Supriyanto bahkan mesti menjalani pelatihan di Jerman, tempat di mana alat diproduksi.
"Di kantor saya hanya dua teknisi yang bisa merangkai dan mengoperasikan alat ini," kata dia dalam persidangan.
Diberitakan sebelumnya tiga oknum anggota Kepolisian Daerah Kaltim (Polda Kaltim), masing-masing Briptu AS, Brigpol RS dan Bprika RK didakwa melakukan penggelapan dalam jabatan.
Ketiganya didakwa dengan tindak pidana penggelapan dalam jabatan subsider penggelapan dan/atau pengrusakan dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun.
Pada sidang kedua, Rabu (20/3/2024) pekan lalu, JPU menghadirkan total 7 saksi. Mereka rata-rata merupakan personel yang pernah maupun masih bertugas di Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kaltim.
Tiga personel polisi ini diduga melakukan penggelapan alat Teknologi Informasi (alat penyadap) yang menjadi aset Ditresnarkoba Polda Kaltim. Nilainya tidak main-main, Rp 70 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan Asrina Marina mengatakan, penggelapan yang dilakukan tiga terdakwa ini terjadi pada 2020 silam. "Saat itu mereka masih bertugas di Subdit 1 Direktorat Reserse Narkoba Polda Kaltim," kata Asrina, Kamis (21/3/2024) pekan lalu.
Asrina menerangkan, sebagai personel Opsnal Subdit 1, ketiganya diberi akses untuk menjadi operator peralatan IT untuk keperluan kerja di lapangan. Punya aksess untuk menggunakan alat canggih tersebut, ketiganya justru melakukan penggelapan.
Kasus ini terendus setelah ketiganya dipindah tugaskan ke Yanma Polda Kaltim pada Maret 2020 silam. "Seharusnya, ketika pindah tugas, alat tersebut dikembalikan ke Subdit 1 untuk keperluan belajar bagi operator yang menggantikan mereka. Tapi oleh ketiga terdakwa barang tersebut tidak dikembalikan," terang Asrina.