Aksi kebut-kebutan sekumpulan remaja di Jalan Muso Salim, Kelurahan Karang Mumus, Kecamatan Samarinda Kota, berbuntut panjang. Pasalnya, terjadi keributan yang berujung penganiayaan. Kejadian ini menyebabkan seorang remaja mengalami luka-luka. Penganiyaan terjadi pada Jumat (26/4) sore.
Tak terima, anaknya menjadi korban pemukulan, orangtua pun melapor ke pihak kepolisian. Alhasil, salah satu pelaku pemukulan diamankan untuk proses hukum lebih lanjut.
Kapolsekta Samarinda Kota Kompol Tri Satria Firdaus menjelaskan awal mula kejadian. Bermula saat sekumpulan remaja mengendarai motor di dalam sebuah gang sekitar pukul 18.00 Wita.
Diduga mereka hendak kebut-kebutan. Kemudian, salah satu pengendara motor menyerempet salah satu anak yang berada di dalam gang. Melihat hal itu, seorang warga bernama Ma (38) yang kebetulan melintas marah dan menegur sekumpulan remaja yang kebut-kebutan tersebut. Salah satu remaja yang mendapat teguran keras dari Ma adalah MF (16).
Baca Juga: Perempuan di Samarinda Ini Menipu Rp1,2 Miliar, Dibui 2 Tahun
"MF ini merasa tidak menabrak, sehingga tidak terima ditegur. Saat itulah, Ma emosi dan melakukan pemukulan," kata Kapolsekta, Rabu (1/4). Tanpa basa-basi, Ma yang kadung emosi menyarangkan pukulan dengan tangan kosong sebanyak tiga kali ke tubuh MF.
Ayunan tangan itu mengenai wajah dan kepala MF. Keributan di permukiman warga ini pun membuat gempar. Warga mulai berdatangan dan berupaya melerai keributan. Salah satu warga yang mengenal MF tengah dianiaya pun memberitahu orangtua MF. Melihat anaknya dianiaya dan merintih kesakitan di lokasi kejadian, orangtua MF kemudian melapor ke pihak kepolisian.
"Karena warga semakin ramai terlebih Ma juga membawa rekan-rekannya. Petugas kami yang datang ke lokasi langsung mengamankan Ma karena menganiaya MF," ungkap Satria.
Saat ini, pelaku telah ditahan di Mapolsekta Samarinda Kota untuk proses hukum lebih lanjut.
Pelaku terancam pasal Pasal 76C jo pasal 80 uu No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. "Semoga kasus ini jadi pelajaran. Orang tua mengawasi anaknya dan warga juga bisa menahan emosi," tukas Satria. (kis/nha)