BALIKPAPAN-Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Balikpapan belum lama ini menangkap seorang pria berinisial ME (34), karena diduga membeli BBM di SPBU untuk dijual kembali alias mengetab.
Dalam keterangan pers, polisi juga menyebut ME mengoplos BBM jenis Pertalite dengan Pertamax untuk kemudian dijual secara eceran dengan harga Rp 15 ribu.
Belakangan, penangkapan yang dilakukan kepolisian terhadap ME disorot oleh kuasa hukum tersangka, Hendrik Kalalembang dan Denni Somba. Dua pengacara ini menyebut setidaknya ada tiga kejanggalan dalam penangkapan ME.
Yang pertama, Hendrik dan Denni menyorot ketiadaan surat perintah penangkapan saat polisi menangkap ME. Padahal, menurut kuasa hukum, petugas wajib menunjukkan surat perintah penangkapan.
“Dalam CCTV yang beredar, petugas tidak nampak menunjukkan surat tugas dan surat perintah penangkapan,” kata Hendrik.
Kejanggalan lain adalah soal tuduhan pengoplosan. Hendrik menilai, keterangan tersangka saja tidak cukup menjadi bukti. Apalagi untuk pengoplosan, Hendrik menilai perlu ada hasil lab untuk menguatkan tuduhan tersebut.
Menyikapi sejumlah kejanggalan tersebut, Hendrik berencana untuk menempuh jalur pra peradilan.
Dikonfirmasi, Kanit Tipidter Satreskrim Polresta Balikpapan IPTU Wirawan Trisnadi menampik penangkapan dan penetapan tersangka terhadap ME dipenuhi kejanggalan.
Ia juga mempersilakan jika kuasa hukum ingin menempuh jalur pra peradilan terhadap penetapan tersangka ME.
“Silakan saja, itu (pra peradilan) kan hak setiap warga negara. Kami tidak mempermasalahkan,” tegas dia.
Terkait beberapa hal yang dinilai janggal oleh kuasa hukum tersangka, Wirawan juga buka suara. Dia menegaskan, proses yang dilakukan terhadap ME sudah sesuai denga prosedur.
Adapun ketiadaan surat perintah penangkapan, Wirawan menerangkan kepolisian memiliki surat perintah penyelidikan. Surat inilah yang digunakan untuk menyelidiki tindak pidana Migas.
Dalam perjalanannya, polisi disebut Wirawan memang mencurigai kendaraan yang digunakan ME digunakan untuk melakukan tindak pidana.
“Berdasarkan UU Kepolisian Republik Indonesia, kami memang punya diskresi untuk mengamankan orang atau barang yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana,” ungkap dia.