Aktivitas juru parkir kerap disebut masih menjadi bagian pekerjaan rumah (PR) bagi Pemkot Samarinda. Tarifnya di luar nalar, dan hingga kini masih ada di beberapa titik taman rekreasi Kota Tepian. Seperti yang sempat viral beberapa waktu lalu. Ada seorang relawan yang tengah memarkir kendaraannya di taman yang terletak persis di depan Masjid Islamic Center, Samarinda. Padahal, ketika itu relawan bertujuan memantau bibir sungai dalam kegiatan pencarian korban yang tenggelam sejak Sabtu (22/6) lalu.
Baca Juga: Maling di Ruko Nyaris Sekarat Dihajar Warga
Setelah dipastikan nihil, tidak ada korban di kawasan tersebut, relawan itu kembali ke base camp Basarnas dan relawan (Jalan RE Martadinata), titik kumpul tim pencarian korban yang tenggelam. Nah, tiba-tiba, pria itu meminta biaya parkir.
“Semoga bisa sampai ke instansi terkait. Ada jukir di depan masjid Islamic Center tadi minta uang parkir Rp 10 ribu. Padahal saya parkir buat pemantauan korban laka air dari sisi tepian. Ketika saya jelaskan malah dia mengolok dan berkeras. Dia berkata, "Biar kamu siapa kah di situ, polisi pun tidak takut,” begitu isi pesan yang tersebar di aplikasi berkelir hijau. Sontak seluruh anggota relawan tersebut mengucapkan “Tolong ini di share ke instansi terkait,” begitu isi pesan di grup-grup.
Setelah ramai diperbincangan warga Kota Tepian, Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda keesokan harinya meninjau lokasi bersama polisi. Namun, hingga kini jukir liar yang melawan itu belum ditemukan keberadaannya. “Kami sudah datang untuk menanyakan orang sekitar, tapi belum ketemu dan dibarengi pihak kepolisian,” ucap Kabid Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Dishub Samarinda, Didi Zulyani, Rabu (28/6).
Dikonfirmasi kembali, Jumat (28/6), Didi mengatakan, diperkirakan oknum jukir liar itu pergi ke luar daerah. Insiden ini diserahkan ke pihak kepolisian. Namun, pada kesempatan ini, pihaknya menghimbau jika masih terdapat jukir liar, segera diinformasikan.
“Apabila terjadi lagi (pemerasan pungutan parkir), mohon untuk pihak korban bisa kondusif saja membayar (tidak melawan). Lalu, mendokumentasikan pelakunya dan langsung melaporkan ke pihak berwajib,” ujarnya. Sebab, Didi melanjutkan, jika lebih dulu viral, itu bisa memicu oknum jukir tersebut sempat melarikan diri. Pun demikian tetap harus ada yang melaporkan, karena sebagai dasar bahwa pelaku melakukan pemerasan.
“Kalau hanya memposting dan tidak melapor akan sulit ditindaklanjuti. Misalnya pelaku sudah tertangkap, itu tidak bisa ditindaklanjuti dalam hal ini apabila tidak ada korban atau pihak yang melapor,” pungkasnya. (*)