Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan modus investasi bisnis Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) Kamis (19/9/2024).
Empat saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan keterangan. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Domas Manalu.
Tutik Yulia didakwa menggunakan kebohongan dan tipu muslihat untuk mendapatkan keuntungan materi dari korban, Ida Bagus, melalui skema bisnis fiktif jual beli TBS kelapa sawit. Hal ini diungkapkan dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanbu dalam persidangan.
Kejadian bermula pada Mei 2022, saat terdakwa menawarkan investasi bisnis kepada korban.
Tutik menjelaskan bahwa dana investasi korban akan digunakan untuk membeli nota hasil penimbangan buah TBS dari pabrik PT Adisurya Cipta Lestari (ACL) dengan menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) dari CV Arsy Jaya Mandiri. Tutik menjanjikan keuntungan bagi korban berupa fee Rp100 per kilogram, dengan pembagian Rp90 untuk korban dan Rp10 untuk terdakwa.
Untuk memperkuat kepercayaan, keduanya menandatangani perjanjian kerja pada 1 Juni 2022. Korban kemudian memberikan modal awal sebesar Rp300 juta.
Selama periode Juni hingga Oktober 2022, korban mentransfer sejumlah uang ke rekening terdakwa dan pihak terkait dengan total mencapai Rp19 miliar. Awalnya, pembayaran fee sesuai perjanjian dilakukan, namun pada minggu ke-13 hingga ke-17, terdakwa mulai gagal membayar fee yang dijanjikan.
Belakangan, korban akhirnya mengetahui bahwa SPK CV Arsy Jaya Mandiri yang disebutkan terdakwa ternyata fiktif. Pemilik CV Arsy Jaya Mandiri, Suwarno, juga menyatakan tidak memiliki hubungan bisnis dengan CV Sumber Rezeki milik terdakwa.Akibatnya, korban mengalami kerugian total Rp19,03 miliar. Terdakwa juga hanya mengembalikan sekitar Rp13,79 miliar, sehingga masih ada kerugian sebesar Rp5,23 miliar.
Ia pun didakwa dengan Pasal 378 tentang Penipuan dan 372 KUHP tentang Penggelapan.
Kuasa hukum terdakwa, Syaprudin mengajukan keberatan terhadap dakwaan JPU. Menurutnya, kasus ini lebih tepat digolongkan sebagai perkara perdata, bukan pidana.
Ia berargumen adanya perjanjian dan transaksi antara korban, Ida Bagus dan terdakwa menunjukkan adanya kesepakatan bisnis.
“Kami melihat ada ketidakkonsistenan dalam keterangan terkait kerugian korban,” ujar Syaprudin.
Sementara itu, korban Ida Bagus menyatakan ia hanya menginginkan pengembalian dana dan tidak bermaksud mempidanakan terdakwa. Namun, mediasi di Polres Tanbu tidak menghasilkan kesepakatan.(*)
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Sumber: Radar Banjarmasin