• Minggu, 21 Desember 2025

ODGJ di Berau Naik Signifikan, Tekanan Ekonomi Jadi Salah Satu Penyebab

Photo Author
- Jumat, 24 Oktober 2025 | 09:45 WIB
Ilustrasi ODGJ
Ilustrasi ODGJ

TANJUNG REDEB — Jumlah warga di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang terdiagnosis sebagai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) mencatat kenaikan signifikan pada tahun 2025. Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau melaporkan total 353 kasus, meningkat dari 342 kasus pada tahun sebelumnya.

Meskipun terjadi lonjakan angka, pihak Dinkes menilai tren ini sebagai indikasi positif. Kenaikan kasus tersebut diklaim sebagai hasil dari program skrining kesehatan jiwa yang kini digencarkan di seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Kepala Seksi Kesehatan Jiwa Dinkes Berau, Nur Hayati, menjelaskan bahwa angka kenaikan ini mencerminkan keberanian masyarakat untuk memeriksakan diri dan keberhasilan deteksi dini.

"Kasus naik karena kita makin sering melakukan pemeriksaan. Semua 21 Puskesmas rutin melakukan skrining, jadi banyak yang terdeteksi lebih awal," jelas Nur Hayati, Selasa (24/10/2025).

Penanganan Cepat untuk Kasus Ringan

Dari 353 total kasus yang terdeteksi, mayoritas atau sebanyak 245 orang tergolong dalam kategori gangguan jiwa ringan. Sementara itu, 108 orang lainnya didiagnosis mengalami gangguan berat.

Pasien dengan gangguan ringan diarahkan untuk segera mendapatkan konseling psikolog dan terapi rutin di Puskesmas terdekat. Menurut Nur Hayati, kecepatan penanganan ini menjadi kunci utama dalam strategi Dinkes Berau.

"Kalau tidak segera ditangani, gangguan ringan bisa berubah menjadi berat. Karena itu kita arahkan untuk konseling dan terapi rutin," terangnya.

Untuk kasus gangguan berat yang memerlukan penanganan lebih intensif, Dinkes Berau bekerjasama dengan Dinas Sosial telah merujuk empat pasien ke fasilitas rehabilitasi intensif di luar daerah, yakni di Samarinda dan Banjarmasin.

Tantangan Pasokan Obat dan Pemicu Utama

Meskipun layanan skrining telah menyebar secara merata ke 21 Puskesmas, Dinkes Berau masih menghadapi tantangan logistik, terutama terkait pasokan obat kejiwaan.

“Stok obat sempat kosong karena dulu belum boleh menggunakan APBD II. Sekarang sudah diizinkan lagi, dan kami sudah mengajukan pengadaan untuk tahun depan,” ungkap Nur Hayati optimis.

Di sisi lain, Dinkes Berau juga menyoroti akar masalah yang memicu tingginya kasus gangguan jiwa di wilayah tersebut. Faktor utama pemicu stres dan tekanan mental adalah kondisi ekonomi.

Kenaikan harga kebutuhan pokok, yang sempat memicu inflasi tinggi pada kelompok makanan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2025, disebut sangat memukul daya tahan ekonomi warga.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X