Presiden Joko Widodo, (20/6) memanggil menteri-menterinya untuk membahas kratom. Tanaman memiliki khasiat mirip narkotika seperti efek menenangkan ini masih terus diteliti. Namun, penjualan kratom sudah dilakukan dan bahkan sampai ekspor.
Seusai rapat, Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko menjelaskan, pada rapat kementerian kesehatan sebelumnya tidak memasukkan tanaman tersebut sebagai golongan narkotika.
Lalu, untuk mengetahui khasiatnya secara ilmiah, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) diminta untuk meneliti. “BRIN melakukan langkah riset lanjutan untuk mengetahui seberapa besar bahayanya,” ucap Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan.
Moeldoko menyebutkan bahwa Jokowi sudah memberikan arahan agar riset dilanjutkan.
Riset tersebut akan dilakukan oleh Kemenkes, BRIN, dan BPOM. Seiring dengan riset ini, Kemendag akan mengatur tata niaganya. Dia berharap ke depan tidak ada produk kratom dari Indonesia yang mengandung bakteri atau zat yang merugikan. “Karena sudah ada eksportir kita yang di-reject barangnya,” kata dia.
Dia mengatakan selama ini kratom biasa dikonsumsi masyarakat, misalnya di Kalimantan Barat. Dampak positif yang sudah dirasakan masyarakat dari mengonsumsi kratom adalah menambah energi.
“Rendah ketergantungannya,” ungkap dia. Karena konsumsi dan perdagangannya sudah berjalan, kata Moeldoko, maka kini pemerintah akan memberikan batasan dan ketentuan terkait kratom.
Rapat pembahasan tentang kratom kemarin juga dihadiri Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dan Kepala BPOM, Rizka Andalucia. Budi sendiri menyatakan akan berkiblat pada badan kesehatan dunia (WHO). “Jadi WHO masih memasukkan ini dalam kajian,” katanya.
Sementara, Rizka menyebut lembaganya sedang mendampingi proses penelitian kratom yang kini sedang dilakukan oleh BRIN.
Untuk dapat dikonsumsi dan dimasukkan ke industri, kata dia, ada tahapan pengujian yang harus dilewati, yakni uji pre-klinik, uji pada hewan, dan uji klinik.
“Ini sudah tahapan yang menjadi standar,” ujarnya. Rizka menegaskan bahwa BPOM mengawasi setiap tahapan penelitian apakah sudah sesuai dengan standar atau belum.
Di setiap tahapan penelitian, targetnya juga harus terpenuhi. “Misalnya, ketika uji pada hewan, efek dan khasiat yang diinginkan harus tercapai, baru boleh melompat ke uji klinik yang dilakukan kepada manusia. Uji pada kratom ini baru sampai pada hewan coba,” tegasnya.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengungkapkan jika tanaman kratom belum dibudidayakan secara luas. Artinya, sejauh ini masih masuk tanaman hutan meskipun diakui sudah ada sekitar 10.000 petani yang melakukan penanaman.
“Kalau regulasinya sudah diatur, mungkin akan dilakukan budidaya (secara luas), sehingga nilai ekonomis bisa meningkat,” ucapnya. Belum adanya regulasi mengenai kratom ini membuat barangnya jadi abu-abu. Pemerintah belum berani meng-klaim apakah kratom termasuk narkotika atau bukan. (lyn)
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Sumber: Pontianak Post