PONTIANAK – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Barat tahun 2024 meningkat signifikan menjadi Rp3,36 triliun, naik 4,57 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3,22 triliun. Capaian ini menempatkan Kalbar di posisi ketiga nasional untuk realisasi pendapatan daerah hingga Juni 2025.
Hal ini disampaikan Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan saat membuka Rapat High Level Meeting (HLM) dan Capacity Building Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) di Aula Keriang Bandong, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalbar, Rabu (16/7). Kegiatan ini bertujuan memperkuat sinergi dan komitmen daerah dalam optimalisasi keuangan berbasis digital untuk mendorong transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas,” ujar Norsan.
Baca Juga: Mayoritas Pelaku Perdagangan Bayi Ternyata dari Pontianak
Ia menjelaskan, transformasi sistem keuangan elektronik merupakan respons terhadap perubahan perilaku masyarakat yang kini mulai terbiasa menggunakan transaksi non-tunai. “Pemprov Kalbar menyediakan kanal transaksi seperti QRIS, mobile banking, ATM, EDC, teller bank, hingga agen bank untuk sisi pendapatan, serta CMS, SP2D online, dan KKPD untuk belanja,” tambahnya.
Hasilnya cukup menggembirakan. Per Desember 2024, jumlah kartu Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) di Kalbar tercatat sebanyak 4.980.815 unit, sementara pengguna QRIS mencapai 716.677 orang. Indeks ETPD Kalbar juga meningkat menjadi 91,50 dari sebelumnya 89,20. Dari 15 kabupaten/kota di Kalbar, sebanyak 11 daerah telah dikategorikan sebagai digital, dan sisanya masuk kategori maju.
Meski begitu, Gubernur menekankan masih ada tantangan besar yang harus ditangani, seperti keterbatasan infrastruktur jaringan dan literasi digital yang rendah, terutama di wilayah blankspot. Menanggapi hal itu, Norsan mendorong kerja sama lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, untuk memperluas edukasi keuangan digital, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Ia juga menyoroti belum optimalnya integrasi sistem pendapatan daerah dengan kanal pembayaran non-tunai, yang berdampak pada keterlambatan pelaporan dan rekonsiliasi data. Bahkan, menurut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), masih terdapat saldo mengendap di rekening penampungan Bank Kalbar tanpa kejelasan kepemilikan. “Masih banyak PR. Saya minta Bapenda provinsi dan kabupaten/kota fokus menggali potensi PAD dengan tetap mendorong inovasi layanan digital,” tegasnya.
Norsan juga mengusulkan penerapan sistem billing center dan model data pembayaran terintegrasi seperti yang diterapkan di Kota Semarang. Ia menyebut ini bisa menjadi acuan bagi bank daerah dalam mengembangkan layanan serupa. “Mari terus berinovasi dan mempercepat adopsi teknologi finansial untuk memperluas digitalisasi transaksi serta meningkatkan PAD,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kegiatan ini turut dihadiri Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kalbar Ignasius, pimpinan perangkat daerah, para bupati/wali kota se-Kalbar, jajaran Forkopimda, Kepala BPK dan BPKP Kalbar, serta Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalbar. (mse)